Scroll untuk baca artikel
Lingkungan Hidup

Kasus Pencemaran Kali Cikeas: DLH Bekasi “Gagap”, For-Apel Curiga Ada Main Mata

×

Kasus Pencemaran Kali Cikeas: DLH Bekasi “Gagap”, For-Apel Curiga Ada Main Mata

Sebarkan artikel ini
Suasana audiensi For-Apel bersama Kepala Bidang Pengendalian, Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup, dan Penegakan Hukum DLH Kota Bekasi terkait pencemaran Kali Cikeas di Jatirangga, Jatisampurna, Jumat (5/12) - foto doc

KOTA BEKASI – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi kembali jadi sorotan. Bukan karena keberhasilan pengawasan lingkungan, melainkan karena dinilai “kebingungan tingkat lanjut” saat didesak Forum Anti Pencemaran Lingkungan (For-Apel) untuk menindak tegas pencemar Kali Cikeas di Jatirangga, Jatisampurna.

Koordinator For-Apel, Yudha Adhi, menyebut dua nama perusahaan yang diduga sebagai dalang pencemaran adalah CV Warisan Makmur dan Berkat Langgeng Lestari.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Keduanya bukan pemain baru; isu serupa sudah pernah menyeruak pada Oktober 2023. DLH pun sebenarnya bukan tidak tahu hanya saja tak juga bertindak tegas.

Dalam audiensi dengan pihak DLH, For-Apel mendesak agar dua perusahaan tersebut ditutup karena telah berulang kali mencemari lingkungan. Namun harapan itu mulai pudar ketika audiensi berubah seperti kelas remedial.

BACA JUGA :  DLH dan PT. ABB Kolaborasi Atasi Permasalahan Sampah di Pasar Kranji

Kabid Pengendalian, Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup, dan Penegakan Hukum DLH, Wulan Agustina Tri Wardani, terlihat kesulitan menjelaskan progres penanganan.

Berulang kali ia menoleh ke stafnya untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai tindakan yang sudah dilakukan DLH.

Wulan berdalih baru menjabat selama seminggu dalih yang justru memicu tanya, apakah DLH benar-benar bekerja atau hanya menggugurkan kewajiban?

Ketua Umum PP LSPN, Yogi Ratmo, yang turut hadir, menegaskan bahwa alasan “baru seminggu menjabat” bukanlah tameng hukum.

“Lingkungan tidak menunggu pejabat beradaptasi. Kalau air sudah hitam dan bau, masyarakat juga tidak bisa disuruh sabar sambil DLH belajar,” tegas Yogi.

BACA JUGA :  Temuan Limbah Medis di TPA Sumur Batu Berasal dari Layanan Bekasi Selatan

Kasus pencemaran Kali Cikeas seharusnya bukan bahan diskusi berkepanjangan. Instrumen hukumnya sangat tegas. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) memberikan wewenang penuh kepada pemerintah daerah untuk:

  • memberikan teguran tertulis,
  • menjatuhkan paksaan pemerintah,
  • menghentikan operasional, hingga
  • mencabut izin usaha perusahaan pencemar.

Prinsip Polluter Pays juga berlaku: pencemar wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.

Lebih jauh lagi, Pasal 98 ayat (1) UU PPLH memuat ancaman pidana penjara dan denda miliaran rupiah bagi siapa pun yang sengaja merusak lingkungan atau melampaui baku mutu air. Dengan kata lain: hukumnya sudah sangat siap, tinggal keberanian mengeksekusi.

Tapi, sampai kini, DLH seolah mandek. Bukannya menindak, justru terlihat ragu-ragu yang sayangnya membuka ruang spekulasi publik: apakah ada yang sedang dijaga, ditutupi, atau “dimainkan”?

BACA JUGA :  DUH, Anggota DPRD Lampung Timur Tebang Kayu Sonokeling Kawasan Register 38

For-Apel dan LSPN menegaskan bahwa jika DLH Kota Bekasi tetap lamban atau tidak berani menutup dua pabrik tersebut, maka laporan akan diteruskan ke:

  • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
  • Ombudsman RI

Langkah ini bukan gertakan. Publik sudah melihat air berubah warna, bukan wacana.

Jika proses hukum tak segera berjalan, bukan hanya perusahaan yang bisa terseret pasal pidana, tetapi juga pejabat yang terbukti lalai atau membiarkan pencemaran terjadi. Apalagi bila ditemukan unsur pembiaran atau kolusi dua kata yang sejak awal dibisikkan publik.***