KOTA BEKASI – Ketua DPRD Kota Bekasi Sardi Effendi, meminta Pemerintah melalui Dinas Pendidikan (Disdik), menjelaskan pentingnya jumlah rombongan belajar (Rombel) 44 per kelas, memasuki Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026.
Hal itu menanggapi protes dari Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bekasi yang mengaku keberatan terkait kebijakan jumlah rombel SPMB tahun ajaran 2025/2026, karena dianggap tanpa melibatkan pihak swasta.
“BMPS merupakan bagian dari stakeholder selain Dewan Pendidikan dan PGRI. Kenapa sebagai salah stakeholder pendidikan tidak mampu duduk bareng dengan Disdik,”tanya Politisi PKS ini saat dikonfirmasi Wawai News, Jumat 23 Mei 2025.
Dia pun mempertanyakan Disdik Kota Bekasi sebagai organisasi perangkat daerah, yang seharusnya dalam membuat kebijakan dapat meminta masukan terlebih dulu dari para stakeholder pendidikan termasuk BMPS.
“BMPS tidak diajak, tiba-tiba Rombel ditetapkan 44 oleh Disdik Kota Bekasi. BMPS kan pada notebennya adalah para pengelola perguruan swasta di Kota Bekasi,”ucap Sardi.
Padahal jelasnya, untuk izin memimpin atau jadi kepala sekolah (Kepsek) swasta juga meminta izin ke Disdik Kota Bekasi. Sehingga dia pun menyarankan untuk berkomunikasi dan mencari jalan terbaik terkait polemik Rombel antara Disdik dan BMPS.
“Tinggal dikomunikasikan saja, bukan masalah diajak atau tidak gitu kan dalam penetapan Rombel SPMB tahun ajaran 2025/2026,”tukas Sardi.
Sardi berharap, selama ruang komunikasi atau dialog masih bisa ditempuh, kenapa tidak mencari jalan terbaik. Menurutnya dengan menyoal kebijakan Rombel 44 untuk SPMB tahun ini seperti mengajukan PTUN akan jadi pertanyaan apakah akan membuat kondisi pendidikan lebih baik?.
Namun, imbuhnya tentu hal itu adalah hak setiap warga negara untuk menempuh jalur hukum salah satunya seperti mebawa ke persoalan kebijakan Rombel 44 per kelas di Kota Bekasi ke PTUN.
Ia mengingatkan bahwa kebijakan Rombel 44 SPMB tahun ini, bukan harga mati, karena berbentuk peraturan wali kota. Tentunya, ucap Sardi, Disdik Kota Bekasi seharusnya bisa menjelaskan ke publik atau ke pengelola sekolah swasta, kenapa pentingnya jumlah Rombel 44, tersebut.
“DPRD Kota Bekasi bukan persoalan dukung mendukung terkait kebijakan Rombel tersebut. DPRD ini sifatnya mengawasi, kita lihat saja apakah kebijakan rombel 44 tersebut efektif, apa kah berjalan maksimal, apa tidak,”ujarnya menjawab konfirmasi apakah dewan mendukung terkait perwal Rombel 44 tersebut.
Ia pun memastikan jika ada pihak yang mengajukan keberatan terkait kebijakan jumlah Rombel untuk SPMB tahun 2025/2026, maka DPRD Kota Bekasi akan mengkomunikasikan dengan meminta Pemerintah untuk menjelaskan kenapa jumlahnya harus 44.
Diketahui sebelumnya BMPS Kota Bekasi menyampaikan keberatan terkait kebijakan jumlah rombel dalam juknis SPMB tahun ajaran 2025/2026, karena tanpa melibatkan pihak swasta.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua BMPS Kota Bekasi, Pudio Bayu, melalui siaran pers dengan menyebut keputusan tersebut dibuat sepihak dan berpotensi merugikan sekolah swasta.
“BMPS tidak pernah diajak diskusi untuk menyampaikan pendapat kami. Jelas kami tidak terima atas keputusan yang dibuat saat ini untuk jumlah rombel,” ujarnya.
Dikatakan penetapan jumlah rombel untuk SMP negeri tidak berdasarkan kajian pemetaan jumlah lulusan SD negeri dari 12 kecamatan di Kota Bekasi.
Mereka mengklaim berdasarkan data E-Ijazah Kemendikdasmen 2025, terdapat 36.307 lulusan SD, sementara daya tampung SMP negeri hanya 13.600 siswa. ***