KOTA BEKASI – Hiruk-pikuk pembangunan Kota Bekasi yang berjalan, terselip satu masalah lama yang terus terulang, aset milik daerah yang tak kunjung kembali ke tangan pemerintah. Sehingga muncul desakan agar membentuk Satgas Khusus.
Pasalnya, banyak aset daerah di antaranya kini dikuasai oleh pihak pengembang, bahkan digunakan secara komersial tanpa penyerahan resmi.
Salah satu contohnya, sebuah lahan kolam renang di kawasan Harapan Jaya. Meski secara legal berstatus fasilitas umum (fasum), hingga hari ini lahan tersebut belum juga dikembalikan ke Pemerintah Kota Bekasi.
Masalah seperti ini, menurut Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi Arif Rahman Hakim, bukan hanya satu-dua kasus. Untuk itu ia mendorong Pemkot Bekasi segera membentuk Satgas Khusus terkait aset daerah.
Ia menyebut, masih banyak aset daerah, baik berupa fasum maupun fasilitas sosial (fasos), yang belum ditarik kembali oleh Pemkot dari tangan pengembang.
“Ini bukan sekadar administrasi. Ini soal hak masyarakat yang dirampas secara halus,” tegas Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi, Arif Rahman Hakim, dalam pernyataannya pada 2 Juni 2025.
Ia pun mendorong agar Pemerintah Kota segera membentuk satuan tugas khusus. Ini mendesak, karena terlalu banyak aset publik yang terbengkalai dan disalahgunakan.
Satgas ini diharapkan bisa menelusuri, menginventarisasi, dan menindaklanjuti aset-aset fasum dan fasos yang hingga kini belum diserahkan pengembang.
“Kami mendorong dibentuknya tim khusus yang bisa bekerja cepat dan tegas. Ini bukan soal teknis semata, ini soal keadilan,” ujar Arif.
Tak hanya itu, Arif juga menyoroti pentingnya penerapan sanksi tegas terhadap oknum atau pihak yang memanfaatkan aset daerah tanpa izin.
Menurutnya, pembiaran terhadap praktik-praktik semacam ini hanya akan memperpanjang deretan kerugian daerah, baik dari sisi hukum, sosial, maupun finansial.
Rugi Finansial dan Peluang Hilang
Di kota sebesar Bekasi, di mana lahan menjadi semakin mahal dan terbatas, setiap meter tanah yang seharusnya dikelola pemerintah memiliki nilai strategis. Sayangnya, pengelolaan aset yang semrawut membuat banyak potensi tersebut terbuang percuma.
“Kalau aset tidak dikelola dengan baik, kita bukan hanya kehilangan ruang publik. Kita juga kehilangan sumber pendapatan yang bisa membiayai pembangunan,” tutur Arif.
Ia pun mendesak agar sistem pengelolaan aset daerah dibenahi secara menyeluruh—mulai dari pencatatan, audit, hingga pengawasan.
Aset yang jelas dan dikelola profesional bukan hanya memperkuat struktur pemerintahan, tapi juga memperkuat kepercayaan publik.
Masalah ini bukan sekadar catatan rutin dalam rapat DPRD. Bagi masyarakat Bekasi, keberadaan fasum dan fasos adalah bagian dari hak hidup yang layak, taman bermain untuk anak-anak, ruang terbuka untuk warga, dan akses ke fasilitas umum yang semestinya dijamin negara.
Kini, pertanyaannya bukan lagi “kenapa belum diserahkan?”, tapi “sampai kapan akan terus dikuasai tanpa hak?”
Dan dengan tekanan yang mulai datang dari legislatif, harapannya, Pemkot Bekasi tidak lagi menunda pembenahan. Karena seperti yang dikatakan Arif, “kalau bukan kita yang menjaga aset daerah, siapa lagi?.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkimtan) telah membentuk tim gabungan untuk menyelamatkan aset berupa lahan fasos dan fasum yang belum diserahkan pengembang.
Tim ini terdiri atas Disperkimtan, Dinas PUPR, ATR/BPN, Bagian Kerja Sama, Hukum, dan Bagian Aset, kecamatan, serta Satpol PP Kota Bekasi selaku penegak peraturan daerah.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi, Nur Chaidir, menjelaskan bahwa tim gabungan ini ditugaskan untuk menyelamatkan fasilitas sosial dan fasilitas umum di kawasan perumahan.
Ia berharap langkah ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan aset yang optimal ***