Scroll untuk baca artikel
Opini

Kisah Kecebong, Kampret dan Kadal Gurun

×

Kisah Kecebong, Kampret dan Kadal Gurun

Sebarkan artikel ini
imggram.org/wahyusubek

Tak terbantahkan, era berlimpahnya informasi juga menimbulkan banyak masalah disamping kebermanfaatannya.

Seperti keberadaan manusia dan benda-benda atau seuatu lainnya yang memiliki dualisme.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Akselerasi teknologi informartika dan digitalisasi sangat dominan memengaruhi pola hidup masyarakat.

Bahkan tidak kurang menjadi pola sekaligus instrumen strategis pada kehidupan rakyat, negara dan bangsa.

Apa yang kemudian disebut sebagai perangkat cyber, juga ikut menjadi dasar dan relevan menentukan pengambilan kebijakan pemerintahan baik secara sosial politik, sosial budaya, sosial ekonomi maupun sosial hukum dan keamanan.

Penggunaan internet dan teknologi yang melekat di media sosial, sering menjadi bagian dari komunikasi massa, propaganda, tolok ukur dan sekaligus menjadi dasar menentukan keputusan-keputusan kekuasaan.

BACA JUGA :  RK vs Anies Ditunggu Warga Jakarta

Hampir satu dekade, terutama di lima tahun terakhir ini.

Wadah media sosial bukan hanya sekedar mengalami senyata-nyatanya dualisme.

Secara empiris dan terus meningkat grafiknya, penggunaan internet khususnya media sosial terus mengalami distorsi.

Selain menyebarnya konten pornografi, peredaran narkoba, transaksi seks bebas dan kriminalitas secara on line.

Media sosial juga ikut terpapar virus degradasi sosial dan disintegrasi bangsa.

Selain menyalurkan hasrat permusuhan dan kebencian, agitasi hoax dan fitnah juga ikut bertumbuh-kembang semakin subur.

Media sosial khususnya dan pemberdayaan internet secara masif juga mengalami fragmentasi sosial.

Dunia keberadaban dan kebiadaban bercampur dan sulit dipisahkan. Etika dan norma berjibaku dengan bermacam penghinaan, pelecehan dan penistaan.

BACA JUGA :  Anis Baswedan Tidak Memiliki Loyalis Organik

Para buzzer, influencer dan haters tumpah-ruah menjadi pesakitan. Dunia binatang dalam cerita atau dongeng fabel dan dengan dinamika kemanusian berkumpul menjadi satu dalam ruang sosial publik.

Tak bisa dibedakan mana yang binatang dan mana yang manusia. Semua itu terlihat dari identifikasi dan penyebutannya.

Ada Kodok atau Katak atau Kecebong, ada juga Kalelawar atau Kampret dan Kadal Gurun, serta semua istilah-istilah binatang yang tidak lagi tabu dan serba permisif dilekatkan pada manusia.