Scroll untuk baca artikel
Hukum & Kriminal

Kopda Bazarsah Divonis Mati: Dari Arena Sabung Ayam ke Titik Nol Hidupnya

×

Kopda Bazarsah Divonis Mati: Dari Arena Sabung Ayam ke Titik Nol Hidupnya

Sebarkan artikel ini
Kopda Bazarsah

PALEMBANG – Arena sabung ayam di Way Kanan, Lampung, yang biasanya jadi ajang ayam adu jotos, Maret lalu berubah jadi arena manusia adu nyawa. Pelakunya? Bukan bandar, bukan penonton, tapi oknum prajurit TNI sendiri: Kopral Dua (Kopda) Bazarsah.

Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (11/8/2025), resmi mengetok palu: hukuman mati untuk Bazarsah.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Fredy Ferdian Isnartanto membacakan putusan dengan daftar dosa yang panjang pembunuhan (Pasal 338 KUHP), kepemilikan senjata api ilegal (UU Darurat No. 12/1951), dan ikut-ikutan berjudi (Pasal 303 KUHP).

Bonusnya, Pencopotan dari dinas militer. Lengkap sudah karier dan hidup sama-sama tamat.

BACA JUGA :  Mucikari IRT di Talangpadang Diamankan Polisi

“Memidana terdakwa dengan pidana pokok hukuman mati dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” ucap hakim, seperti membacakan vonis final di turnamen yang tak ada laga ulangnya.

Ruang sidang mendadak basah oleh air mata keluarga korban. Tiga polisi yang tewas AKP (Anumerta) Lusiyanto, Aipda (Anumerta) Petrus Apriyanto, dan Bripda (Anumerta) M. Ghalib Surya Ganta kini hanya tinggal nama di papan peringatan.

Kopda Bazarsah punya tujuh hari untuk memutuskan: menerima takdir atau mencoba banding. Tapi publik bertanya-tanya apa yang mau dibantah? Bahwa dia tidak di arena? Bahwa pistolnya menembak sendiri? Atau bahwa sabung ayam itu sebenarnya cuma acara arisan dengan hewan berkaki dua?

BACA JUGA :  Diteriaki Maling, Pelaku Ganjal ATM di Bekasi Diringkus Polisi

Kasus ini bermula dari penggerebekan tempat judi sabung ayam pada 17 Maret 2025. Polisi masuk untuk membubarkan adu ayam, malah keluar membawa kabar duka, tiga anggotanya gugur ditembak prajurit yang seharusnya berdiri di sisi hukum.

Ironisnya, bukan cuma Bazarsah yang ketahuan main di meja dosa itu. Peltu Yun Heri Lubis, seniornya, juga ikut terjerat dalam kasus perjudian. Seakan-akan arena sabung ayam itu bukan cuma milik warga, tapi juga jadi klub eksklusif lintas seragam.

Kini, cerita ini jadi pelajaran pahit: di negeri ini, terkadang peluru tak mengenal warna baret, dan arena sabung ayam bisa lebih mematikan daripada medan perang resmi. Bedanya, di sini, yang bertarung bukan cuma ayam, tapi juga harga diri institusi.***