KOTA BEKASI – Lembaga Investigasi Anggaran Publik (LINAP) meminta pihak SMAN 1 Kota Bekasi untuk menjalankan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun 2025 secara objektif, transparan, akuntabel, adil, dan tanpa diskriminasi.
Ketua LINAP, Baskoro, menegaskan bahwa prinsip-prinsip tersebut tidak hanya berlaku di SMAN 1 Bekasi, melainkan harus diterapkan di seluruh satuan pendidikan negeri di Kota Bekasi.
“Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, telah memberi peringatan keras agar pelaksanaan SPMB mengedepankan nilai-nilai objektivitas, transparansi, dan keadilan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi,” tegas Baskoro, menanggapi kegaduhan proses seleksi di SMAN 1 Kota Bekasi, Rabu.
Sebelumnya, sejumlah calon wali murid (Cawarid) mengeluhkan proses seleksi jalur domisili yang menuai kontroversi menjelang penutupan masa verifikasi dan masa sanggah pada 17 Juni 2025 pukul 00.01 WIB.
Polemik Teknis dan Informasi Minim
Keluhan mencuat terkait:
- Notifikasi kekurangan berkas yang tidak dikirim sekaligus
- Minimnya informasi mengenai pengunggahan dokumen seperti surat kuasa pengasuhan dan hak asuh anak
- Jaringan sistem yang lambat
- Notifikasi diterima tepat di detik penutupan
- Dugaan ketidaksesuaian data jarak titik koordinat domisili
Seorang Cawarid mengaku tidak mengetahui bahwa surat kuasa harus diunggah bersamaan dengan Kartu Keluarga (KK).
“Kami tidak menerima informasi bahwa surat kuasa harus diunggah bersamaan dengan KK. Padahal ini jadi syarat utama,” ujar salah satu wali murid.
Sekretaris Panitia SPMB SMAN 1 Bekasi, Sukiman, menjelaskan bahwa surat kuasa diperlukan jika pendaftar tinggal dengan keluarga yang bukan orang tuanya. Surat pernyataan dari kepala KK yang ditumpangi juga wajib diunggah sebagai pelengkap.
Permasalahan Hak Asuh Anak
Keluhan juga datang dari calon wali murid berinisial HR, yang tidak mendapatkan notifikasi kekurangan berkas hak asuh anak hingga tepat pada penutupan pukul 00.00 WIB, 17 Juni.
HR menjelaskan bahwa anaknya telah masuk dalam KK sang nenek di Tangerang setelah ia bercerai dengan istrinya. Padahal, hak asuh secara hukum masih dipegangnya. Namun notifikasi baru diterima ketika waktu sanggah sudah tidak tersedia.
“Tidak ada komunikasi dua arah yang jelas. Tidak ada fasilitas live chat atau layanan responsif saat pendaftaran berlangsung,” ujarnya.
Panitia mengklaim bahwa layanan pengaduan sudah disediakan sejak sebelum masa pendaftaran.
Sengkarut Titik Koordinat Domisili
Masalah juga timbul terkait jarak domisili dengan sekolah. Seorang wali murid lainnya mengeluhkan bahwa anaknya tidak lolos jalur domisili meskipun tinggal di Bekasi Jaya, masih satu kecamatan dengan SMAN 1 Bekasidengan jarak 800 meter.
Sementara itu, data yang ditemukannya menunjukkan siswa lain yang berdomisili di Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, tercatat memiliki jarak hanya 350 meter dari sekolah.
Menanggapi hal ini, Sukiman menjelaskan bahwa penentuan jarak dilakukan secara otomatis oleh sistem berdasarkan titik koordinat dari data domisili.
“Panitia tidak memiliki kewenangan untuk mengubah data jarak. Sistem secara otomatis mengukur dari alamat yang dimasukkan pendaftar. Jika ada ketidaksesuaian, maka akan dikembalikan,” ujar Sukiman.
Ia juga memastikan bahwa verifikator tidak dapat mengubah data apapun yang sudah tersubmit oleh pendaftar.***