LAMPUNG – Mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, akhirnya merasakan dinginnya ruang pemeriksaan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Lampung. Tidak tanggung-tanggung, ia digarap selama 14 jam penuh, dari Kamis (4/9/2025) siang pukul 11.00 WIB hingga Jumat (5/9/2025) dini hari pukul 01.00 WIB.
“Pak Arinal masih statusnya saksi terkait dugaan korupsi di BUMD PT Lampung Energi Berjaya (LEB),” jelas Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, sambil menahan senyum tipis pada konferensi pers.
Arinal keluar dengan wajah letih, menumpangi Toyota Innova hitam berpelat nomor B 56 ARD – kebetulan (atau sengaja?) mirip singkatan namanya, Arinal Djunaidi alias ARD. Publik pun nyeletuk: “Plat mobil aja udah kode keras.”
Tak hanya keringat yang keluar dari tubuh Arinal, sejumlah aset juga ikut “kering” disapu penyidik. Dari penggeledahan rumahnya, Kejati menyita harta senilai hampir Rp 38,6 miliar, antara lain:
- 7 unit mobil mewah: Rp 3,5 miliar
- 645 gram emas: Rp 1,29 miliar
- Uang tunai rupiah & valas: Rp 1,35 miliar
- Deposito di bank: Rp 4,4 miliar
- 29 sertifikat tanah: Rp 28 miliar
Armen merinci dengan nada datar, sementara wartawan justru ramai bergumam, “Ini sudah kayak pameran otomotif plus properti.”
Jaksa mendalami aliran dana jumbo senilai USD 17,28 juta (Rp 271 miliar) yang masuk dari Pertamina Hulu Energi (PHE) ke PT LEB anak usaha PT Lampung Jasa Utama (LJU), BUMD kebanggaan (dan sekarang beban) Pemprov Lampung.
Uang yang seharusnya dipakai untuk kepentingan rakyat, entah menguap ke mana. Yang jelas, aroma “energi” di PT LEB ini jauh lebih harum ketimbang solar subsidi: bisa bikin pejabat mabuk kuasa.
Pemeriksaan 14 jam ini dianggap publik baru “pemanasan”. Warganet di Lampung menyindir, “Kalau jaksa bisa tahan 14 jam maraton, rakyat sudah 14 tahun tahan lihat uang rakyat lari entah ke mana.”
Kini, bola panas ada di tangan Kejati: apakah kasus ini benar-benar sampai ke meja hijau, atau hanya sebatas drama panjang yang ujungnya adem ayem?
Sementara Arinal hanya melambaikan tangan sambil masuk mobil, meninggalkan segudang pertanyaan: siapa yang sebenarnya haus air bersih, rakyat dari proyek SPAM atau pejabat yang haus rupiah dari proyek PI?.
TIMELINE
- 2018–2019: Pemprov Lampung melalui PT LJU membentuk anak perusahaan PT LEB untuk menerima dana PI 10% dari Pertamina Hulu Energi.
- 2019–2021: PT LEB menerima transfer dana sekitar US$17,28 juta (Rp271 miliar). Dana ini diduga tidak digunakan untuk pembangunan, melainkan mengalir ke rekening pribadi dan aset pejabat.
- 2022–2023: Laporan masyarakat masuk ke Kejati Lampung. Penyelidikan awal dilakukan, kantor PT LEB dan rumah pengurus digeledah, ditemukan aset Rp30 miliar.
- Pertengahan 2024: Penyitaan bertambah, total mencapai Rp84 miliar. Nama Arinal Djunaidi mulai disebut dalam aliran dana.
- September 2025: Kejati menggeledah rumah Arinal, menyita aset Rp38,5 miliar. Total sitaan menjadi Rp122 miliar, masih menyisakan Rp149 miliar yang hilang.
- 4–5 September 2025: Arinal diperiksa maraton, penyidikan melebar ke mantan komisaris dan direksi PT LEB.
- Akhir September 2025 (proyeksi): Kejati diperkirakan menetapkan tersangka, dengan nama Arinal Djunaidi, Heri Wardoyo, dan jajaran direksi lama masuk radar utama.***