LAMTIM – Kemarau panjang 2019, memberi imbas terhadap penurunan hasil panen atau mengalami masa trek pada sejumlah perkebunan sawit warga di wilayah Kabupaten Lampung Timur.
Meski saat ini memasuki musim hujan petani sawit memperkirakan masa trek akan berlanjut hingga enam bulan kedepan. Kondisi tersebut mempengaruhi kualitas Tandan Buah Segar (TBS) kelapa Sawit.
Mereka (petani sawit) senang dengan berhenti musim kemarau. Tapi kerisuannya karena harus menunggu waktu lama untuk bisa panen karena sawit mareka rusak akibat kemarau panjang hingga akhir 2019 lalu.
“Hasil buah sawit nya lagi trek atau penurunan hasil panen. Kami berharap perhatian pemerintah daerah untuk memberi penyuluhan dalam mengantisipasinya,”ungkap Adi warga desa Toba kepada Wawai News Minggu (19/1/2020).
Dia mengatakan jika sawit diareal seluas satu hektar biasanya bisa panen dua sampai tiga minggu sekali. Hasilnya pun lumayan mencapai 600-700 Kilogram. Tapi sekarang turun drastis paling hanya 250 kilogran.
“Kondisi trek dan untuk kembali stabil memakan waktu sampai enam bulanan. Petani hanya pasrah, kalo bisa mendapat penyuluhan agar bisa cepat kembali normal paska kemarau,”tukasnya.
Diketahui akibat kemarau panjang mengakibatkan sejumlah perkebunan sawit pelepahnya banyak patah dan lainnya. Dia berharap ada penyuluhan dari dinas pertanian.
“Kami petani sawit di wilayah Sekampung Udik dan lainnya mana pernah dapat penyuluhan. Orang KCD Pertanian Sekampung Udik-nya saja, tutup terus jika ingin konsultasi,”pungkasnya berharap ada solusi.
Saat ini diketahui harga TBS mencapai Rp1.420/Kg. Harga tersebut ditingkatkan pengepul (Lapak). Harga tersebut tergolong tinggi dibanding biasanya.
“Harga itu termasuk mahal, biasa harga gak segitu. Tapi kondisi sawit trek, kan percuma, meski harga jual bagus,”tukasnya. (whd)