Meski ramah dan menerima siapapun yang datang untuk melihat dari dekat akan budaya Baduy. Tetapi warga Baduy Dalam, memiliki aturan mengikat dengan tidak mengizinkan warga negara asing, untuk sampai ke Kampung Baduy Dalam. Keputusan tersebut menjadi ketentuan adat dan jika dilanggar maka orang tersebut akan segera diusir.
Layaknya perkampungan umum lainnya selalu ada yang dijadikan kepala. Begitu pun dengan Suku Baduy Dalam, memiliki tetua adat yang mereka sebut Pu’un.
Pu’un mengatur semua tatakelola kampung Baduy Dalam. Posisi kedua disebut Jaro yang merupakan penghubung (Humas) antara masyaraka luar dengan warga Baduy Dalam.
Tidak mudah untuk bertemu dengan Pu’un. Seseorang yang ingin bertemu dengan Pu’un harua memiliki tujuan mendasar.
“Biasanya jika hanya untuk ngobrol-ngobrol saja, Pu’un, tidak akan mau cukup dengan warga lain atau Jaro’ saja” jelas Safri.

Masyarakat Baduy Dalam sangat menghormati Pu’un dengan membuat batasan kepada para pengunjung yang datang ke Baduy Dalam. Semua pekarangan rumah, di Kampung Baduy Dalam bisa dilintasi, tetapi untuk pekarangan rumah Pu’un tidak bisa dilintasi.
Menurut Safri, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Baduy adalah Sunda Wiwitan yang memiliki ritual dan ajaran-ajaran tersendiri.
Saat ditanya tentang Pilpres yang akan datang belakangan, Safri, mengaku bahwa Suku Baduy Dalam tidak pernah terlibat dalam politik apapun. Tidak pernah ikut mencoblos “kami sifatnya ikut saja siapa yang terpilih. Pasti kami akan terima,” pungkasnya.
Saat musim libur panjang, Kampung Baduy akan diserbu oleh ratusan pengunjung baik dari kampus, sekolah atau umum. Area parkir di daerah Ciboleger, Baduy Luar akan dikular oleh antrian mobil pengunjung.