KOTA BEKASI – Lembaga Investigasi Anggaran Publik (Linap) kembali menyuarakan kegelisahan publik soal nasib revitalisasi Pasar Kranji yang sudah parkir enam tahun tanpa kejelasan. Proyek yang dipercayakan kepada PT Annisa Bintang Blitar (ABB) itu kini disebut-sebut masuk babak baru: “addendum” yang katanya selesai enam bulan.
Nyatanya, janji yang didengungkan sejak Januari 2025 sampai masuk September, jangankan bangunan, kepastian pun tak kelihatan batang hidungnya.
“Sekarang katanya ada addendum. Masyarakat diminta sabar enam bulan. Sudah September, mana hasilnya? Jaminan apa yang bisa dipegang Pemkot Bekasi?” sindir Ketua Umum Linap, Baskoro, Rabu (3/9/2025).
Menurut Baskoro, Pemkot Bekasi seharusnya sudah lama mencairkan jaminan pelaksanaan (bank garansi) yang diterbitkan Bank Lampung dalam kerja sama dengan PT ABB. Apalagi kabarnya garansi itu sudah kedaluwarsa, bahkan terindikasi “bodong”.
“Kalau PT ABB sudah jelas lalai, kenapa Pemkot Bekasi masih sayang mencairkan jaminan pelaksanaannya? Apa lagi yang ditunggu? Bangunan tak ada, pedagang merana, pemerintah pura-pura lupa, ada apa dibalik dengan semua ini,” tegas Baskoro bertanya kenapa belum dilakukan pencairan bank garansinya.
Harusnya ada upaya konkret oleh Pemkot Bekasi terkait kerja sama pembangunan revitalisasi pasar Kranji. Untuk itu Baskoro meminta Pemkot Bekasi memberi klarifikasi yang jelas terkait jaminan bank garansi oleh PT ABB dalam kerja sama tersebut sesuai dengan isi Perjanjian Kontrak Kerja Sama alias PKS.
“Pemkot Bekasi, harus memberi sanksi tegas kepada pihak pengembang karena sudah 6 tahun lamanya revitalisasi tanpa kejelasan. Sementara pedagang sudah mengeluarkan uang untuk memiliki kios,”tandasnya.
Sementara itu, staf ahli Presiden RI bidang Tata Negara, Joko Purwanto, baru-baru ini turun tangan menengahi keresahan pedagang. Ia menyebut ada dua opsi penyelamatan: pertama, Pemkot Bekasi tetap ngotot dengan ABB (yang track record-nya sudah bikin sakit kepala). Kedua, Pemkot akan pakai APBD untuk membiayai revitalisasi, asal disetujui para pedagang.
Bahasa kerennya, Pemkot siap jadi “pahlawan kesiangan” asal dapat restu.
Sayangnya, opsi ini juga masih sekadar wacana. Belum ada detail, belum ada timeline, hanya janji manis khas pejabat daerah. Yang ada baru pertemuan, foto bersama, dan kalimat-kalimat panjang yang berputar-putar tentang “penataan” dan “kesiapan walikota”.
Dengan kata lain: pedagang disuruh sabar lagi, Pemkot minta waktu lagi, ABB entah ke mana, dan Bank Garansi? Masih misteri.
Enam tahun pasar mangkrak, enam bulan addendum, entah berapa dekade lagi sampai pedagang benar-benar bisa kembali berdagang di tempat yang layak. Yang jelas, janji pemerintah makin lama makin mirip brosur: penuh warna, tapi tipis kualitas.***