Banyak pihak mengupayakan agar laporan dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oknum Kepala Pekon Abang Jago di kecamatan Pematang Sawa agar bisa berakhir restorative justice atau RJ baik ditingkat Polres Tanggamus hingga di Kejari Tanggamus.
Tapi upaya itu sia-sia, wartawan tetap menolak istilah RJ. Hingga upaya itu sia-sia, proses hukum pun berjalan sesuai mekanisme aturan berlaku. Hal itu adalah komitmen dari awal.
Tapi Abang Jago, terus berupaya hingga memberanikan diri datang ke rumah korban untuk mengakui kesalahan dan meminta RJ. Tapi tetap ditolak oleh korban dengan menyampaikan secara manusia sudah di maafkan. Tapi hukum harus berlanjut.
BACA JUGA : Perilaku Barbar Kembali Timpa Wartawan, Ketua SMSI Way Kanan Dianiaya Segerombolan Orang
Tujuannya penolakan RJ itu, tidak lain untuk memberi pembelajaran bahwa kekerasan atau intimidasi kepada wartawan apalagi oleh pejabat publik tidak dibenarkan. Karena wartawan bekerja sesuai kaidah jurnalistik. Ingat Wartawan itu boleh keliru, Tapi tak boleh berbohong.
Pembelajaran lainnya agar semua prilaku bar-bar seorang oleh pejabat publik yang seharusnya memberi contoh dan jadi panutan tak bisa ditolerir.
Apalagi pemberitaan yang jadi muara terjadinya prilaku bar-bar itu terkait pemberitaan dana desa. DD itu bukan dana pribadi yang didapat dari warisan sehingga wajar wartawan melakukan pengawasan dan kontrol, asalkan sesuai fungsi jurnalis tanpa meninggalkan kaidah, kroscek dan dikonfirmasi pihak-pihak.***