TANGGAMUS – Skandal pemalsuan tanda tangan dalam surat keterangan jual beli tabah di Pekon Banyu Urip, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Lampung memasuki babak baru.
Maruyah, pemilik kolam renang Kok Happy Family, terancam dilaporkan ke pihak berwajib oleh pemilik sah tanah, Sulistiyo, atas dugaan perusakan rumah, penggelapan barang, serta penebangan pohon tanpa izin.
Lahan seluas 3.023 meter persegi yang saat ini digunakan Maruyah untuk usaha kolam renang disebut belum lunas pembayarannya dan masih bermasalah atas pemalsuan tanda tangan pemilik sah tanah dalam surat jual beli.
Namun, tanpa menunggu proses jual beli rampung, Maruyah sudah menguasai lahan dan memanfaatkan seluruh aset yang berdiri di atasnya.
“Saya akan tuntut itu. Pohon kelapa 34 batang sudah dienebang, merusak rumah saya, dan mengangkut isi rumah tanpa izin. Padahal yang dijual hanya tanah, bukan bangunan, isi, atau tanaman,” tegas Sulistiyo, Senin (14/4/2025).
Sulistiyo menilai tindakan Maruyah tidak hanya melanggar etika dalam transaksi, tapi juga berpotensi masuk ranah pidana. Ia menegaskan akan membawa kasus ini ke ranah hukum guna menegakkan keadilan serta melindungi hak-hak pemilik tanah.
Selain itu, Sulistiyo juga mengungkapkan rencananya untuk menutup operasional kolam renang Kok Happy Family karena berdiri di atas lahan yang status kepemilikannya masih bermasalah, bahkan Santoso, Kepala Pekon Banyu Urip sudah dilaporkan secara resmi ke Polisi.
“Belum lunas, belum sah, tapi sudah dikuasai dan dirusak. Usaha itu harus ditutup,” tambahnya.
Tak hanya itu, Sulistiyo menyebut tindakan Maruyah telah menimbulkan tekanan terhadap Kepala Pekon Banyu Urip, Santoso, yang dipaksa memalsukan tanda tangannya dalam dokumen jual beli tanah yang kini sedang bergulir di Polres Tanggamus.
“Saya tegaskan, kasus ini akan berlanjut ke pengadilan untuk memberi efek jera terhadap,” ujar Sulistiyo.
Sementara sebelumnya Santoso mengaku dipaksa untuk memalsukan tanda tangan Sulistiyo pemilik sah tanah dalam surat keterangan jual beli bahkan diancam untuk mengganti sejumlah uang kepada Maruyah.
“Kalau tidak saya tanda tangani, saya diancam harus mengganti uang Maruyah 230 juta,” ungkap Santoso dalam wawancara sebelumnya.
Ketika dikonfirmasi, Maruyah tidak memberikan jawaban substantif atas tuduhan yang dilayangkan. Melalui pesan singkat WhatsApp, ia hanya menyatakan keinginannya untuk bertemu langsung dengan Sulistiyo.
“Pak Sulis silakan ketemu dengan saya,” tulisnya singkat kepada Wawai News melalui pesan WhatsApp, pada Rabu (16/4/2025).
Respons itu dinilai publik sebagai bentuk pengelakan terhadap isu serius yang menyangkut pemalsuan dokumen, penguasaan lahan tanpa hak, hingga dugaan perusakan dan penggelapan.
Warga Pekon Banyu Urip kini mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak. Kasus ini tak hanya soal tanah, tetapi juga menyangkut penyalahgunaan kekuasaan, intimidasi, dan dugaan pelanggaran hukum yang tak boleh dibiarkan.***