BACA JUGA : Jabar Tanggung Biaya Pendidikan Anak, Orang tua Meninggal Karena Covid-19
Saat ini (2023) jumlah penduduk Indonesia berjumlah 270 juta jiwa dan pada tahun 2045 diprediksi ada kenaikan signifikan 35 jt jiwa, menjadi 324 juta jiwa.
Yang menarik dari angka 324 juta itu, 70% adalah “usia produktif’ dengan usia antara 15-65 thn, artinya akan ada 160.000.000 (Seratus enam puluh juta usia produktif usia 15-65 thn yang harus siap berkompetisi sangat keras dan memilikipekerjaan.
Siapkah anak2 kita berkompetisi dengan orang lain, dengan suku lain, dengan agama lain?
Jangan ngiri dengan orang non muslim atau China, ngacalah apa kekurangan diri baik sebagai individu maupun ummat.
“Berkaca buruk muka, janganlah cermin kau pecahkan” Well come to hell, the dangerous zone
3. Agama Dan moralitas
Sebagian para tokoh agama terutama yang menjadi partisan politik, seringkali membuat agitasi dan provokasi bahwa Ummat Islam saat ini sedang terancam, Ibadah, syareat, akidah dan akhlak ummat diambang bencana kehancuran dan kemusnahan menghadapi bahaya serangan peradaban sekuler barat, LGBTQ, Kapitalisme global, Konsfirasi Yahudi serta hantu China Komunis, bla bla bla..
BACA JUGA : Catatan Merah Pendidikan Tinggi di Indonesia
Padahal tantangan agama yang sesungguhnya bukanlah masalah akidah, akidah atau moral (akhlak), tapi ekonomi atau kemapanan hidup.
Dengan ekonomi ummat akan mempunyai kemampuan, filter dan kekuatan yang menjadi benteng melindungi diri setiap individu dari tantangan yang merusak agama, Akidah dan akhlak (moralitas).
Dengan kemapanan ekonomi seseorang akan jauh lebih memiliki kekuatan dan daya tahan untuk menahan semua gempuran iman itu bahkan mampu mengalahkannya.
Sebaliknya, kemiskinan menjadi momok utama yang harus dihancurkan, kemiskinan menjerumuskan kepada kebodohan, kejahatan dan berakhir pada kekufuran, debagaimana sabda rosul;
ك فرا ي كون ان ال ف قر كاد (ال حدي ث)
“Kefakiran/kemiskinan akan mudah menjerumuskan manusia pada kekufuran”
(طال ب اب ي اب ن ع لي) رأ سها ل ق ت لت ل ح سم ال ف قر ان ل و
“Seandainya kefakiran dan kemiskinan itu betbentuk manusia, niscaya akan kupemggal kepalanya” (Ali RA)
Tantangan Ekonomi (kefakiran/ kemiskinan/ kebodohan/ kejahatan/ kekufuran) berhubungan sangat erat dengan akses pendidikan, ilmu pengetahuan, skill, keahlian, modal dan peluang kerja.
Mereka yang fakir, miskin dan bodoh, tak punya pendidikan, keahlian dan modal, dipastikan tak akan sanggup berkompetisi baik dengan sesama suku dan agamanya maupun dengan luar etnis dan agamanya.
Harus dicetak, dididik dan dikondisikan terciptanya SDM (sumber daya manusia) yang unggul, kompetitif hingga nantinya setiap individu akan mampu bersaing dengan yang lain, baik dengan sesama individu dalam satu kelompok identitas (etnik/suku/agama) maupun dengan individu di luar kelompok.
Satu hal yang harus difahami juga adalah bahwa komposisi bangsa Indonesia selain terdiri dari banyaknya etnik juga banyak agama dengan ummat masing masing. Setiap individu baik dalam masing-masing kelompok komunitasnya akan saling bersaing begitu pula dengan kelompok komunitas luar.
Sederhananya anak-anak generasi etnik Betawi, Jawa, Sunda, Batak, Madura, Padang dll akan saling bersaing di Antara mereka, begitu pula generasi anakanak Muslim, Kristiani, Katholik, Hindu, Budha, Chinese Dan lain lain juga akan bersaing.
Kompetisi dan persaingan akan sangat keras bahkan kejam, tapi ini bukan soal mempertahankan agama, akidah ataupun identitas etnik tapi soal berebut cuan Dan pekerjaan.