LAMPUNG TIMUR — Rencana Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menggelar Pagelaran Pengantin Nusantara (PPN) pada 10 Desember 2025 di GOR Bumei Tuah Beppadan – Islamic Center, memantik gelombang penolakan luas dari berbagai kalangan. Banyak yang menilai waktu pelaksanaan acara tersebut “terlalu meriah untuk suasana bangsa yang sedang berduka”.
Ketua DPC Gerindra Lampung Timur, Mohammad Zakwan, menjadi salah satu yang bersuara paling lantang. Ia menilai Pemkab Lampung Timur kurang peka terhadap tragedi bencana besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang hingga kini menelan 974 korban jiwa, ratusan hilang, dan puluhan ribu mengungsi.
“Bangsa Indonesia sedang berduka. Korban meninggal hampir seribu orang yang terdata ratusan orang masih dinyatakan hilang. Kita malah mau menggelar pesta besar-besaran? Ini soal empati, soal etika kepatutan,” tegas Zakwan kepada Wawai News, Selasa (9/12).
Politisi Gerindra yang juga Ketua Komisi IV DPRD Lampung Timur itu menegaskan, penyelenggaraan agenda perayaan berskala besar “di saat air mata korban belum kering” berpotensi mencederai rasa kebersamaan antar daerah.
“Tunda dulu, masa pesta sementara tetangga sedang kubur keluarga mereka?”tandasnya,
Menurut Zakwan, langkah paling bijak adalah menjadwalkan ulang acara tersebut.
“Berdasarkan empati sosial, kepatutan, dan menjaga marwah Lampung Timur, saya memandang perlu PPN ditunda sampai situasi tanggap darurat mereda,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa bukan acara budayanya yang dipersoalkan tetapi waktu dan rasa.
Data Bencana: Saat Daerah Lain Evakuasi Korban, Lampung Timur Sibuk Pasang Dekorasi?
Data Basarnas per 8 Desember 2025 menunjukkan:
- 974 orang meninggal dunia
- 298 orang masih hilang
- 10.957 orang dievakuasi
- 9.983 selamat
Angka tersebut jelas menunjukkan skala bencana nasional, bukan musibah kecil yang bisa dilupakan oleh dentuman musik panggung festival.
Dengan kondisi ini, masyarakat mempertanyakan alasan pemerintah ngotot melanjutkan acara yang penuh euforia, sementara ribuan korban di Sumatera masih berjuang dalam ketidakpastian.
Warga: “Alihkan anggaran ke bantuan bencana, bukan ke pelaminan raksasa”
Desakan pembatalan acara terus mengalir dari warga. Masyarakat meminta anggaran Pagelaran Pengantin Nusantara dialihkan untuk bantuan korban bencana.
“Jangan sampai Lampung Timur dikenal sebagai daerah yang lebih memilih hiburan daripada kemanusiaan,” kritik seorang tokoh masyarakat.
Beberapa pihak juga menilai acara ini berpotensi menjadi “panggung yang salah waktu”, apalagi ketika publik sedang sangat sensitif terhadap isu solidaritas nasional.
Dalam waktu yang sama, LBH se-Sumatera dan sejumlah organisasi sipil mendesak pemerintah pusat menetapkan bencana Sumatera sebagai bencana nasional. Desakan ini membuat sorotan publik makin tajam terhadap daerah-daerah yang tetap menggelar acara hiburan.
Kini, masyarakat Lampung Timur menunggu keputusan resmi pemerintah daerah.
Apakah mereka akan membaca suara publik dan melakukan penyesuaian?
Atau acara tetap digelar, seolah bencana di Sumatera hanyalah “isu trending” semata?
Satu hal jelas, Kemanusiaan tidak boleh kalah oleh kalender kegiatan pemerintah.***













