LAMPUNG TIMUR — Sidak Komisi III DPRD Lampung Timur bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada Senin (8/12/2025) mengungkap fakta mencengangkan, PT Pesona Sawit Makmur (PSM 2), perusahaan yang baru dua bulan lalu diresmikan oleh Wakil Gubernur Lampung, ternyata tidak dapat menunjukkan satu pun dokumen legalitas operasional.
Temuan itu bukan hanya keganjilan administratif, tetapi sebuah ironi telanjang perusahaan yang diresmikan secara seremonial justru terindikasi kuat beroperasi tanpa dasar hukum yang jelas.
Sebuah pertanyaan publik pun muncul apakah pita peresmian lebih cepat dipotong daripada izin diproses?
Ketua Komisi III DPRD Lampung Timur, Kemari, mengungkapkan kekecewaannya setelah pertemuan dengan manajemen perusahaan.
“Kami bertemu manajemen bernama Viktor. Kami minta surat legalitas, tetapi tidak bisa ditunjukkan. Alasannya: dokumen di kantor pusat Palembang,” ujar Kemari.
Alasan tersebut terdengar rapuh seperti perusahaan yang siap beroperasi penuh, namun tidak siap menunjukkan satu lembar pun izin.
Sidak pun mendadak berubah seperti permainan petak umpet dokumen: DPRD mencari legalitas, perusahaan menyuruh mencari ke Palembang.
Kolam Limbah 9 Unit, Baru Berfungsi 5, Tapi Sudah Bicara Akan Buang ke Sungai
Tim Komisi III meninjau langsung instalasi pengolahan limbah. Mereka menemukan 9 kolam limbah, namun baru 5 yang terisi.
Yang lebih mengkhawatirkan, pihak perusahaan menjelaskan bahwa jika sembilan kolam penuh dan “sudah dianggap steril”, maka limbah akan dialirkan ke sungai.
Istilah “dianggap steril” ini menimbulkan tanda tanya keras:
dianggap oleh siapa?
menggunakan standar apa?
dan bagaimana jika ‘anggapannya’ keliru?
Dalam konteks pengelolaan limbah, kesalahan “anggap steril” bukan risiko kecil itu bisa berarti dampak ekologis yang luas dan mengancam.
Diketahui dalam sidak kali ini belum menyentuh lahan warga yang diduga terdampak pencemaran. Faktor cuaca menjadi kendala. Namun Komisi III menegaskan akan kembali melakukan inspeksi sebelum RDP digelar.
“Kami akan datang lagi untuk melihat langsung kondisi warga yang terkena dampak limbah,” tegas Kemari.
Hingga sidak ditutup sore hari, jawaban perusahaan tidak berubah, legalitas ada di Palembang.
Sementara operasi berjalan di Lampung Timur, dampak dirasakan warga Lampung Timur, tetapi dokumen justru mengembara ke luar daerah. Sebuah struktur manajemen yang unik dan layak dipertanyakan.
Dugaan Operasi Tanpa Izin Juga Terjadi di Way Kanan
Kasus PSM 2 di Lampung Timur semakin menimbulkan kecurigaan ketika dibandingkan dengan persoalan serupa di PT PSM di Kampung Karang Umpu, Blambangan Umpu, Way Kanan.
Menurut laporan Radar Kuraya yang dikutip Wawai News, perusahaan tersebut sudah setahun beroperasi tanpa izin lengkap, tidak memenuhi standar regulasi, dan memicu keluhan masyarakat akibat limbah udara dan cair.
Kemiripan pola ini memberi kesan bahwa perusahaan memiliki paket operasional, bangun dulu, produksi dulu, limbah jalan dulu urusan izin belakangan.
Dugaan Pelanggaran Lingkungan dan Administrasi Semakin Menguat
Dengan tidak adanya legalitas yang bisa ditunjukkan, sidak Komisi III mengarah pada dugaan serius:
- Operasi tanpa izin lingkungan
- Operasi tanpa izin industri atau operasional lainnya
- Potensi pencemaran air dan tanah
- Pengelolaan limbah tidak sesuai standar
- Kelalaian administratif yang bisa berujung pidana lingkungan
Jika temuan ini benar, maka kasus PSM 2 bukan sekadar “keterlambatan administrasi”, tetapi dugaan praktik ilegal yang harus ditangani secara hukum.
Pertanyaan Besar: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Dengan adanya peresmian resmi oleh pejabat tinggi provinsi pada Oktober lalu, publik kini bertanya:
- Bagaimana sebuah perusahaan yang diduga belum memiliki izin bisa diresmikan?
- Apakah proses verifikasi perizinan dilewatkan?
- Siapa yang memastikan kepatuhan regulasi sebelum dan sesudah peresmian?
Sidak ini membuka kotak hitam besar. Jika investigasi mendalam dilakukan, bukan tidak mungkin rantainya mengarah lebih jauh dari sekadar manajemen lapangan.***












