KOTA BEKASI — Di tengah jam efektif sekolah dan semangat efisiensi anggaran, puluhan kepala sekolah se-Kecamatan Pondokmelati, Kota Bekasi, justru terlihat sibuk bukan di ruang kelas atau rapat dinas, melainkan di Yogyakarta.
Dengan dalih rapat kerja (raker) Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), rombongan ini berangkat ke kota wisata tersebut pada 29–31 Oktober 2025.
Langkah ini sontak menuai kritik. Bukan hanya karena dilakukan di hari kerja, tetapi juga karena lokasinya jauh dari wilayah tugas menimbulkan kesan bahwa “raker rasa rihlah” kembali terjadi.
Sekretaris KKKS Pondokmelati, Jojo, ketika dikonfirmasi Wawai News pada Kamis (3/10), membenarkan kegiatan tersebut.
Saat ditanya apakah sudah mendapat izin dari Dinas Pendidikan Kota Bekasi, ia menjawab singkat, “Sudah Kang (izin Disdik), keberangkatan dengan dana pribadi Kang 🙏,” tulisnya dalam pesan singkat.
Namun pernyataannya justru memunculkan pertanyaan baru. Benarkah seluruh biaya perjalanan ditanggung pribadi, dan apakah izin tersebut benar-benar sudah diberikan oleh Dinas Pendidikan?
Faktanya, hingga berita ini diturunkan, sejumlah pejabat di Dinas Pendidikan Kota Bekasi mengaku tidak tahu-menahu soal keberangkatan itu.
Disdik: Tak Ada Laporan, Tak Ada Izin
Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Warsim, mengaku telah menanyakan langsung kepada Kepala Dinas, Alex.
“Saya tanya ke Pak Kadis, jawabnya belum ada laporan,” ujarnya, Kamis (30/10/2025).
Hal serupa disampaikan Kabid Pendidikan Dasar, Marwah Zaitun, yang menegaskan tidak pernah menerima pemberitahuan resmi apa pun.
“Kalau kedinasan, gak ada sama sekali pemberitahuan. Coba konfirmasi ke Pak Kadis,” ucapnya.
Bahkan Kepala Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Wijayanti, juga menegaskan tidak mengetahui kegiatan tersebut.
“Kebetulan tidak ada izin atau pemberitahuan ke kami,” katanya.
Dinas Pendidikan, lanjut Wijayanti, akan segera memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai klarifikasi.
“Akan kami panggil nanti Senin. Silakan kalau mau merapat,” tambahnya.
Lemahnya Pengawasan dan Indisipliner Aparatur Pendidikan
Kejadian ini menjadi potret nyata lemahnya sistem pengawasan dan pembinaan moral di lingkungan pendidikan. Kegiatan yang melibatkan puluhan kepala sekolah ini mestinya tidak mungkin berlangsung tanpa pantauan dinas, terlebih di tengah kebijakan efisiensi dan peningkatan disiplin ASN.
Pengamat pendidikan menilai, pembiaran semacam ini bisa menjadi preseden buruk.
“Jika kepala sekolah bisa bebas meninggalkan tugas di hari efektif untuk raker di luar kota, bagaimana bisa mereka mendisiplinkan guru dan muridnya?” ujar seorang aktivis pendidikan Bekasi.
Lebih jauh, kegiatan semacam ini juga mengaburkan esensi pendidikan: memberi teladan.
Sebagai figur panutan, kepala sekolah semestinya menunjukkan sikap sederhana dan tanggung jawab, bukan justru mengesankan gaya hidup boros dengan perjalanan dinas bernuansa wisata.
Antara Agenda dan Alasan
Dalam surat undangan yang diterima Wawai News, raker ini disebut sebagai agenda penyusunan program kerja Tahun Anggaran 2026. Surat itu ditandatangani oleh Ketua K3S Suryana, S.Pd dan Sekretaris Jojo, S.Pd., MM.
Namun yang menimbulkan tanda tanya adalah lokasi dan waktunya: kenapa harus di Yogyakarta, bukan di Bekasi yang memiliki banyak fasilitas pertemuan memadai?
Kisah “raker ke Yogyakarta” ini barangkali akan berlalu seperti berita-berita sebelumnya: hangat sesaat, lalu dilupakan. Namun sesungguhnya, peristiwa ini menyentil nurani.
Ketika murid-murid belajar tentang kedisiplinan, para kepala sekolah justru memberi contoh sebaliknya.
Ketika sekolah-sekolah di Bekasi masih berjuang memperbaiki fasilitas dasar, para pimpinannya memilih rapat di kota wisata.
Pendidikan, seperti kata Ki Hajar Dewantara, adalah soal keteladanan. Dan keteladanan itu kini sedang diuji bukan di ruang kelas, tapi di agenda raker tiga hari di Yogyakarta.
Dalam surat undangan yang diterima Wawai News, raker ini disebut sebagai agenda penyusunan program kerja Tahun Anggaran 2026. Surat itu ditandatangani oleh Ketua K3S Suryana, S.Pd dan Sekretaris Jojo, S.Pd., MM.
Namun yang menimbulkan tanda tanya adalah lokasi dan waktunya: kenapa harus di Yogyakarta, bukan di Bekasi yang memiliki banyak fasilitas pertemuan memadai?
Kisah “raker ke Yogyakarta” ini barangkali akan berlalu seperti berita-berita sebelumnya, hangat sesaat, lalu dilupakan. Namun sesungguhnya, peristiwa ini menyentil nurani.
Ketika murid-murid belajar tentang kedisiplinan, para kepala sekolah justru memberi contoh sebaliknya.
Ketika sekolah-sekolah di Bekasi masih berjuang memperbaiki fasilitas dasar, para pimpinannya memilih rapat di kota wisata.
Pendidikan, seperti kata Ki Hajar Dewantara, adalah soal keteladanan. Dan keteladanan itu kini sedang diuji bukan di ruang kelas, tapi di agenda raker tiga hari di Yogyakarta.***















