TANGGAMUS — Proyek pasar tradisional Pekon (desa) Kuripan, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus, yang dulu diresmikan langsung oleh mantan Bupati Dewi Handajani dengan penuh kebanggaan, kini berubah menjadi monumen kegagalan tata kelola pemerintahan desa.
Bangunan yang semula dijanjikan sebagai pusat ekonomi rakyat itu kini terbengkalai, berdebu, dan kosong melompong. Lapak-lapak yang mestinya dipenuhi pedagang hanya menampung tumpukan besi, bahan bangunan, dan material proyek dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang justru ramai dengan aktivitas pekerja.
“Ini uang rakyat dikubur hidup-hidup. Pasar itu cuma jadi pajangan. Tidak ada pedagang, tidak ada kegiatan. Ratusan juta rupiah habis entah ke mana,” ujar seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan, Senin (27/10/2025).
Kekecewaan warga semakin dalam ketika mengetahui bahwa sebagian lahan pasar kini digunakan untuk toko bangunan milik Kepala Pekon Kuripan, Ansorudin, sementara area di sebelahnya telah disulap menjadi dapur MBG.
“Kami tidak melarang pembangunan. Tapi kalau itu aset desa, harusnya jelas, disewa atau dijual? Kalau disewa, mana uangnya untuk kas desa? Kalau dijual, kok bisa?” kata seorang warga beetanya-tanya?.
Dugaan penyalahgunaan aset desa kian menguat karena warga menyebut toko bangunan tersebut memang milik Kepala Pekon, sedangkan dapur MBG dibangun oleh seorang anggota DPRD yang rumahnya bersebelahan dengan kepala pekon.
“Pasar mati sudah lebih dari tiga tahun. Cuma sempat hidup sebentar setelah diresmikan. Sekarang toko bangunan Pak Kakon dan dapur MBG yang sedang dibangun” tambah warga lainnya.
Ketika wartawan mencoba meminta keterangan di lokasi, seorang perempuan paruh baya yang mengaku pemilik toko bangunan menjawab ketus, dan mengatakan tidak ada masalah soal pasar.
“Buat apa diberitakan lagi? Sudah diresmikan Bupati. Pasar itu sepi karena hujan terus, pasarnya buka cuma pas hari Kamis.” kata seorang wanita dengan nada ketus.
Sementara itu, Sekretaris Pekon Kuripan, Nugraha, didampingi Pendamping Desa, Apriantono, mengakui bahwa pasar tersebut memang mati suri.
“Pasar sempat jalan tiga bulan, tapi karena setiap Kamis hujan terus, lama-lama tidak ada yang dagang,” katanya.
Ia juga membenarkan bahwa toko bangunan dan dapur MBG sama-sama menyewa lahan pasar, namun ketika ditanya soal besaran sewa dan mekanisme pembayarannya, Nugraha memilih bungkam.
“Soal itu langsung ke kepala pekon dan anggota dewan saja. Saya tidak punya kapasitas menjawab,” elaknya.
Pendamping desa yang semula hadir pun buru-buru meninggalkan ruangan ketika ditanya soal BUMDes.
“BUMDes ada kok, lengkap pengurusnya,” ucapnya singkat sebelum pergi.
Sementata Camat Limau, Yosep, mengaku belum mengetahui detail pengelolaan pasar maupun praktik sewa menyewa lahan di atas aset pekon.
“Sejak saya bertugas tahun 2021, pasar itu sudah tidak beroperasi. Pernah saya usulkan agar pengelolaannya diserahkan ke Pemda supaya jadi pasar modern, tapi belum terealisasi,” katanya.
Terkait status tanah pasar, Yosep menegaskan bahwa hasil sewa seharusnya masuk ke Pendapatan Asli Pekon (PAD). Namun, data aset tanah pasar Kuripan ternyata belum tercatat resmi dalam daftar aset desa.
“Saya akan panggil kepala pekon dan juga klarifikasi dengan pihak dewan. Kalau benar ada sewa, harus jelas kesepakatannya dan kemana uangnya mengalir,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, seorang praktisi hukum tata negara menilai kasus ini tidak bisa dianggap sepele karena berpotensi mengandung unsur pidana.
“Ketika dana desa digunakan tapi hasilnya tidak memberi manfaat sesuai peruntukannya, itu indikasi kerugian negara,” ujarnya.
Menurutnya, penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan dana desa maupun aset BUMDes dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Fisik bangunannya memang ada, tapi kalau tak bermanfaat dan ada praktik sewa-menyewa yang tidak transparan, itu sudah masuk kategori pelanggaran serius. Aparat penegak hukum harus turun tangan,” tegasnya.
Kini, warga Pekon Kuripan menuntut agar Inspektorat Kabupaten Tanggamus bersama aparat penegak hukum segera mengaudit seluruh penggunaan dana desa, termasuk proyek pasar dan aktivitas BUMDes.
“Kami sudah capek dibohongi. Kalau uang rakyat dipakai seenaknya, harus ada yang bertanggung jawab,” seru warga.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media belum berhasil memperoleh keterangan resmi dari Kepala Pekon Ansorudin maupun anggota DPRD terkait, karena keduanya tidak berada di tempat. ***













