Scroll untuk baca artikel
Internasional

RI Kejar Tarif Nol Persen dari AS untuk Sawit dan Komoditas Unggulan, Prabowo: Negosiasi Masih Berlangsung

×

RI Kejar Tarif Nol Persen dari AS untuk Sawit dan Komoditas Unggulan, Prabowo: Negosiasi Masih Berlangsung

Sebarkan artikel ini
Presiden Prabowo - foto Sekneg RI

GYEONGJU, KOREA SELATAN — Presiden Prabowo Subianto memastikan bahwa negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) untuk pemberlakuan tarif impor nol persen terhadap sejumlah komoditas unggulan ekspor Indonesia masih terus berlangsung.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah memperluas pasar ekspor sekaligus memperkuat kemitraan ekonomi strategis antara kedua negara.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Iya, masih terus negosiasi,” ujar Prabowo di sela-sela rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2025 di Gyeongju, Korea Selatan, Jumat (31/10/2025), dikutip wawai news.

Dorongan Ekspor Komoditas Unggulan

Negosiasi ini, menurut pemerintah, mencakup sejumlah komoditas utama Indonesia yang berpotensi mendapat fasilitas bebas bea masuk (zero tariff) di pasar AS.

Di antaranya adalah minyak sawit, kakao, karet, serta beberapa komoditas tropis lainnya yang tidak diproduksi di Amerika Serikat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pembahasan lebih mendalam mengenai hal ini akan dilakukan pasca penyelenggaraan KTT APEC.

BACA JUGA :  Pencarian Hari Ketiga, Kang Emil Ikut Langsung dalam Pencarian Emmeril Kahn Mumtadz

“Pembahasan dengan AS akan kita lanjutkan setelah forum APEC. Ini untuk memperkuat kerja sama perdagangan yang saling menguntungkan,” kata Airlangga.

Negosiasi Terpisah untuk Mineral Kritis

Selain sektor agrikultur, pemerintah juga sedang menjajaki pembahasan khusus dengan AS terkait critical minerals atau mineral strategis seperti nikel, tembaga, dan bauksit.

Airlangga menegaskan, isu ini akan dibahas secara terpisah karena menyangkut rantai pasok global (supply chain) dan kerja sama industri jangka panjang.

“Critical mineral pembahasan sendiri, terkait dengan supply chain dan dalam joint statement kita sebutnya sebagai industrial communities,” jelasnya.

Langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global bahan baku transisi energi, terutama di tengah meningkatnya permintaan dunia terhadap bahan baku baterai kendaraan listrik.

Belajar dari Malaysia: Sawit Diharapkan Bebas Tarif

Kementerian Perindustrian menargetkan agar produk sawit Indonesia bisa menikmati kebijakan bebas tarif serupa dengan Malaysia, yang baru-baru ini menandatangani kesepakatan tarif resiprokal dengan AS.
Dalam perjanjian itu, Malaysia berhasil menurunkan tarif impor sawit ke pasar AS dari 25 persen menjadi 19 persen, dan bahkan memperoleh pembebasan tarif (0 persen) untuk beberapa produk unggulan seperti minyak sawit olahan, produk karet, kayu, komponen penerbangan, serta farmasi.

BACA JUGA :  Mahathir : Seharusnya Kepulauan Riau Jadi Bagian Malaysia

“Ini (negosiasi tarif sawit) masih dalam proses. Mudah-mudahan dalam diskusi-diskusi, paling tidak kita bisa sama dengan Malaysia,”ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, di Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Persaingan Regional dan Diplomasi Ekonomi

Pemerintah menilai, keberhasilan mencapai kesepakatan tarif nol persen akan menjadi langkah strategis untuk menjaga daya saing ekspor Indonesia, terutama terhadap Malaysia yang telah lebih dahulu mendapat fasilitas tersebut.

Selain itu, kesepakatan ini diharapkan dapat menekan defisit neraca perdagangan nonmigas Indonesia dengan AS dan memperkuat posisi tawar dalam forum perdagangan internasional.

Analis perdagangan internasional menilai, negosiasi ini juga merupakan bagian dari diplomasi ekonomi era Prabowo, yang menitikberatkan pada economic pragmatism mengutamakan hasil konkret dibanding retorika geopolitik.

BACA JUGA :  Trump Adu Mulut dengan Presiden Ukraina, Berujung Pengusiran Zelensky dari Gedung Putih

“Tarif nol persen bukan sekadar simbol dagang, tetapi bukti diplomasi ekonomi Indonesia mulai bergerak ke arah yang lebih taktis dan berorientasi hasil,” ujar seorang pengamat ekonomi internasional dari CSIS Jakarta.

Menuju Kemitraan Ekonomi Strategis

Jika negosiasi ini berhasil, maka kerja sama dagang Indonesia–AS akan memasuki babak baru kemitraan ekonomi strategis, di mana Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi juga mitra industri dalam rantai pasok global.

Dengan kebijakan bebas tarif, produk sawit dan turunannya dari Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor ke pasar AS secara signifikan, sekaligus memberikan nilai tambah bagi petani dan pelaku industri hilir di dalam negeri.

“Harapannya, tarif nol persen ini tidak hanya menguntungkan korporasi besar, tapi juga meningkatkan kesejahteraan petani sawit di tingkat akar rumput,” kata Putu.***