Scroll untuk baca artikel
Opini

Sepak Bola, Nasionalisme dan Ketuhanan

×

Sepak Bola, Nasionalisme dan Ketuhanan

Sebarkan artikel ini
Egy Maulana Vikri di leg II pada semifinal Piala AFF 2020 menghantar Timnas Indonesia ke Final, dalam laga Leg kedua melawan Singapura, Sabtu (25/12/2021)- foto twitter

Oleh: Yusuf Blegur

WAWAINEWS – Kalau saja tendangan pinalti pemain singapura tidak ditepis kiper saat injury time waktu normal. Kemudian pertandingan berakhir dengan skor 3-2 buat kemenangan Singapura meski hanya bermain 9 orang.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Maka yang terjadi, sepak bola Indonesia akan menjadi perbincangan seantero dunia. Dimana tidak ada timnas yang paling buruk di dunia selain Indonesia. Boleh jadi itu menjadi sejarah paling mengerikan bukan saja buat Indonesia. Melainkan juga bagi sepak bola dunia. Efek dominonya bukan mustahil sepak bola Indonesia bisa bubar.

Tapi Allah Subhannahu Wa Ta’Ala berkehendak lain. Dengan membiarkan drama yang menguras emosi, martabat dan harga diri bangsa. Sang Ilahi masih sayang dan menyelamatkan muka sepak bola dan bangsa Indonesia dari rasa malu dan kecerobohan paling konyol. Meski hanya sekedar pertandingan olah raga internasional.

BACA JUGA :  Anies itu Fakta, Bukan Citra

Kepercayaan diri, motivasi dan nasionalisme yang tinggi lewat sepak bola mungkin tak mampu lagi bisa membesarkan negara dan bangsa. Ditambah perhatian, kepedulian dan kesejahteraan para atlit oleh pengurus asosiasi olah raga dan pemerintah yang begitu memprihatinkan.

Seperti yang pernah dialami atlit bulutangkis nasional baru- baru ini dan masih banyak olah ragawan dan pensiunannya yang berprestasi namun tak mendapat penghargaan dan apresiasi yang layak dari negara.

Ini bukan sekedar keberuntungan bagi timnas dan apes bagi kesebelasan Singapura. Ini juga bukan kebetulan. Lewat dzikir sang kapten timnas jelang pertandingan dimulai (seperti yang terekam video yang beredar di media sosial). Bisa jadi ada rasa kasih sayang dan berkah Ilahi yang masih menyelimuti timnas Garuda.

BACA JUGA :  Anies Dalam Politik Kebangsaan atau Politik Keagamaan?

Setelah diaduk-aduk perasaannya penonton seantero republik mungkin juga dunia. Pemirsa televisi siaran langsung dan live streaming dari android yang membuncah rasa gemes dan greget. Bercampur menjadi satu ekspresi penuh harapan dan pesimis. Bahkan hampir frustasi yang diselingi kekecewaan dan umpatan. Terutama saat pertandingan masih berlangsung, pemain timnas Indonesia yang unggul dua pemain sempat tertinggal 1-2 dari timnas Singapura hingga menit-menit akhir pertandingan.

Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa masih menghendaki timnas Indonesia tampil di final. Tak ada yang tahu seperti apa takdir Allah pada perhelatan AFC di penghujung tahun 2021 ini. Tapi setidaknya, saat dunia ikut menyaksikan pertandingan yang dramatis dan menguras emosi kebangsaan itu. Menegaskan segala sesuatu yang akan terjadi tak selalu harus mengikuti kata hati dan logika.

BACA JUGA :  212 Sebagai Gerakan Kebangsaan

Menggapai Spiritualitas

Ada kekuasaan dan kekuatan yang tak terlihat oleh kasat mata. Hanya bisa dirasakan dengan keimanan. Tak dapat dirancang dan direncanakan. Tidak bisa juga direkasaya dan dipengaruhi. Sebaik dan sehebat apapun bekal serta kesiapan pelbagai hal dalam menghadapi sesuatu, Tak selalu berjalan sesuai dengan harapan dan keinginan manusia semata.

Yusuf Blegur
Opini

Disampaikan Oleh Yusuf Blegur WAWAINEWS.ID – Mungkin Bahlil…