JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) memberi peringatan keras pada produsen yang menjual skincare tidak sesuai dengan klaimnya.
Hal tersebut menanggapi adanya produuk kosmetik overclaim atau kandungan tidak sesuai dengan yang tertera pada kemasan kembali mendapat sorotan.
Lazimnya, untuk menarik minat skincare overclaim, produk perawatan kulit tersebut melebih-lebihkan klaim atau keunggulan mereka.
Hal tersebut seperti produk skincare tertentu menjual serum niacinamide dengan kadar 10 persen, namun hasil uji laboratorium menunjukkan persentasenya hanya 3 persen.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM Mohamad Kashuri tegas mengatakan jika industri melakukan pelanggaran, maka akan lakukan tindakan sesuai ketentuan.
“Apakah peringatan, apakah penghentian sementara kegiatan, atau penarikan produk, atau bahkan pemusnahan dan pembatalan izin edar,” kata Kashuri di Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Dikatakan bahwa kemunculan produk skincare yang overclaim biasanya berkaitan dengan penjualan. Produsen ingin produk skincare yang mereka buat bisa diterima oleh masyarakat secara luas.
Sehingga terkadang pemilik produk mempromosikan berlebihan, bahkan cenderung tidak realistis. Untuk itu Kashuri juga menekankan bahwa ke depan BPOM akan lebih memperketat pengawasan pendistribusian produk skincare lokal di Indonesia.
Ia meminta masyarakat menemukan di sekitarnya ada aktivitas berkaitan dengan obat dan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan, ini juga bisa melaporkan.
“Banyak channel pelaporan dari Halo BPOM 1500533, bisa juga melalui aplikasi,” ungkap Kashuri.
Selain memerangi kosmetik overclaim, masyarakat juga harus mewaspadai produk kecantikan abal-abal yang berpotensi membahayakan kesehatan.
BPOM baru-baru ini memberikan sanksi penutupan sementara kegiatan produksi dan distribusi kosmetik ‘mafia skincare’ etiket biru. Pihaknya telah melakukan investigasi untuk memastikan kemungkinan pelanggaran yang dilakukan perusahaan terkait.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, pelaku bisa dikenakan pidana penjara maksimal 12 tahun dengan denda terbanyak 5 miliar rupiah.
“Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, ditemukan pelanggaran berulang yang bersifat sistemik sehingga menimbulkan risiko penurunan mutu yang mempengaruhi keamanan produk,” ungkap BPOM dalam keterangan tertulis.
Penggunaan skicare beretiket biru yang dijual bebas banyak mengandung bahan-bahan pemicu masalah kulit karena dosisnya tidak tepat.
Skincare etiket biru ilegal mengandung hidrokuinon yang digunakan tidak dengan pengawasan dokter bisa menyebabkan masalah kesehatan yang fatal.***