LAMPUNG TIMUR — Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) NIBA PUK Sekampung Udik kembali menggedor perhatian publik terkait dugaan eksploitasi buruh bongkar muat di PT PSM 2, Desa Gunung Agung, Sekampung Udik, Lampung Timur.
Inti tuntutannya sederhana hentikan pemotongan upah buruh yang dilakukan pihak ketiga (SBBM) yang ditunjuk perusahaan secara diam-diam diduga melakukan praktik yang oleh serikat dinilai sudah menyentuh level perbudakan modern rasa lokal.
Ketua SPSI NIBA, Ali K, menegaskan bahwa pemotongan upah buruh sebesar Rp6 dari Rp12 per kilogram bukan hanya tidak masuk akal, tapi juga mencederai akal sehat.
“Kami sudah buka semua ini secara terang-terangan ke Disnaker Lampung Timur beberapa waktu lalu, tapi pihak Disnaker hanya janji verifikasi, sampai sekarang janji itu nol, tanpa kabar. Sunyi. Eksploitasi tetap jalan seperti biasa,” tegas Ali kepada Wawai News, Jumat (5/11/2025).

Ali mengungkapkan bahwa praktik potongan upah tersebut telah dilaporkan langsung ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lampung Timur. Respons awal Disnaker? Kaget. Bahkan tercengang.
Setelah dihitung bersama, potongan yang terlihat kecil yang hanya Rp6, ternyata jika dikalikan volume muatan harian, nilainya bisa menyentuh hampir Rp100 juta per bulan.
Namun kejutannya berhenti di situ saja. Setelah dibuatkan BAP, Disnaker berjanji akan turun ke lapangan melakukan verifikasi. Sayangnya, janji itu bernasib sama seperti janji diet setelah Lebaran niatnya kuat, realisasinya nol.
“Sudah kami laporkan resmi, sudah di-BAP, tapi mereka selalu punya alasan. Jangan-jangan memang sudah masuk angin,” kata Ali, menyentil dengan nada satir.
Ali juga mempertanyakan mengapa Disnaker terkesan enggan sekali menyentuh PT PSM 2. Bahkan, serikat pekerja yang tidak terdaftar disebut dibiarkan bebas mengatur buruh. Menurut Ali, keberadaan serikat ilegal itu menguntungkan pihak-pihak tertentu.
“Kalau SPSI NIBA yang memegang buruh di dalam, potongan Rp6 itu jelas tidak bisa dibagi-bagi lagi. Jadi wajar saja kalau kami seperti dihalangi,” ujarnya.
Bahkan, Ali menduga ada “aroma intervensi pejabat tinggi” yang membuat Disnaker Lampung Timur seperti kehilangan nyali.
“Kami sudah laporkan dugaan perbudakan buruh. Tapi tidak ada tindakan apa pun. Ini makin menguatkan dugaan bahwa ada tangan besar yang ikut main,” katanya.
Hingga naskah ini disusun, tidak ada satu pun respons dari PT PSM 2 maupun SBBM pihak yang diduga melakukan pemotongan Rp6 dari upah buruh bongkar muat.
Media mencoba menghubungi berkali-kali. Hasilnya sama: sunyi, senyap, hening, seperti gudang kosong setelah panen.
Ali menambahkan bahwa Disnaker sebenarnya sudah mengetahui adanya “prakti perbudakan” yang mengatur potongan upah tersebut.
“Uangnya sudah dihitung. Besar. Mereka tahu. Janji akan turun, katanya dua, tiga hari. Tapi sampai sekarang? Tindakan nol,” tegasnya lagi.
SPSI NIBA mendesak agar:
- Pemotongan upah segera dihentikan.
- Legalitas SBBM ditelusuri.
- Disnaker Lampung Timur menepati janjinya turun ke lokasi.
“Buruh bukan mesin ATM. Kalau pemerintah tidak hadir, kami yang akan terus bersuara,” tutup Ali.***











