Scroll untuk baca artikel
Head LineLampung

Surat Terbuka untuk Wali Kota Eva Dwiana: “Bandar Lampung Banjir Utang, Kok Malah Jadi Sinterklas?”

×

Surat Terbuka untuk Wali Kota Eva Dwiana: “Bandar Lampung Banjir Utang, Kok Malah Jadi Sinterklas?”

Sebarkan artikel ini
Eva Dwiana Wali Kota Bandar Lampung - foto doc ist

BANDAR LAMPUNG — Sebuah surat terbuka untuk Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, tengah jadi bahan perbincangan hangat. Surat yang ditulis Juwendra Asdiansyah, seorang warga kota, menohok langsung kebijakan Pemkot yang disebut “lebih dermawan kepada lembaga vertikal ketimbang peduli rakyat sendiri.”

Isi surat itu blak-blakan: Juwendra meminta Eva menghentikan rencana Pemkot menggelontorkan Rp60 miliar untuk pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Menurutnya, itu kebijakan yang bukan hanya keliru, tapi juga melukai rakyat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Itu bukan duit pribadi Ibu. Itu duit rakyat. Dari orang kaya sampai rakyat jelata. Masa uang rakyat dipakai seenaknya?” tulis Juwendra.

Sinterklas APBD

Dalam suratnya, Juwendra menyindir Eva seperti sinterklas yang hobi “tabur-tabur uang” ke lembaga vertikal. Catatannya panjang: rehab rumah dinas Danrem, pembangunan rumah dinas Kapolda Lampung, suntikan Rp50 miliar untuk rumah sakit Universitas Lampung (Unila), plus Rp75 miliar buat RS UIN Raden Intan. Dan kini, giliran Kejati Lampung yang disiapkan kado Rp60 miliar.

Padahal, kata Juwendra, lembaga-lembaga itu sudah punya anggaran negara yang triliunan. “Kenapa Pemkot yang defisit justru jadi penyandang dana darurat?”

Jalan Rusak, Kota Semrawut

Lebih getir lagi, kondisi kota yang dikeluhkan warga justru berbanding terbalik dengan kedermawanan Eva ke instansi vertikal.

  • Jalan: rusak di mana-mana, dari jalur utama sampai gang kampung. Netizen luar kota sudah menjuluki Bandar Lampung sebagai kota dengan makanan enak, wisata indah, tapi jalan “kayak habis perang.”
  • Banjir: hujan deras = was-was. Drainase, gorong-gorong, dan sungai tak terurus.
  • Pendidikan: jargon sekolah gratis tak sesuai kenyataan. SMP negeri masih memungut komite ratusan ribu per bulan.
  • Tata kota: parkir liar, pasar kumuh, macet gila-gilaan, angkot nyaris punah. RTH minim, taman kering kerontang, tugu lebih banyak daripada pohon.
  • Layanan publik: ambulans nganggur, sampah menumpuk, air bersih susah, pelayanan adminduk lamban.

“Masalah kota ini seabrek, Bu. Semuanya perlu biaya besar,” tulisnya getir.

Kota Defisit, Wali Kota Royal

Yang lebih satir lagi: APBD Bandar Lampung sedang sakit parah. LHP BPK RI per 23 Mei 2025 mencatat defisit Rp267 miliar plus utang Rp276 miliar. Tiga tahun berturut-turut Pemkot tak mampu menutup kebutuhan belanja.

Ibarat orang miskin, kata Juwendra, Pemkot Bandar Lampung justru gaya hidup mewah: “punya utang banyak, penghasilan pas-pasan, eh malah bagi-bagi uang ke orang kaya.”

Di ujung suratnya, Juwendra menekankan bahwa kritik ini bukan kebencian, tapi cinta pada kota. Ia meminta Eva berhenti memboroskan APBD untuk “orang lain” dan fokus pada kebutuhan rakyat.

“Jabatan hanya sementara. Kuasa ada batasnya. Pada akhirnya hanya tinggal cerita. Tinggalkanlah legacy yang baik,” tutupnya.***

SHARE DISINI!