Oleh: Yusuf Blegur
Belum pernah sepanjang republik berdiri, jelang pergantian tahun dipenuhi begitu banyak persoalan krusial dan membahayakan eksistensi sekaligus keberadaan negara bangsa.
Suasana kebatinan rakyat diliputi emosi, luka dan kepedihan yang menyayat jiwa. Hampir 2 periode perjalanan pemerintahan, perilaku kekuasaan cenderung memastikan Indonesia menuju negara gagal.
Cukup satu tahun rezim pencitraan mampu memporak-porandakan kehidupan rakyat. Menggerus pondasi negara dan mengikis pilar-pilar kebangsaan.
Bukan hanya oligargi yang menyuburkan korupsi. Rezim boneka yang lebih condong ke komunisme Tiongkok ini, semakin mengukuhkan pemerintahannya yang anti demokrasi. Mengandalkan represi dan menggunakan tangan besi dalam menjalankan roda pemerintahan.
Tak cukup membentuk dinasti kekuasaan tanpa kemaluan dan penuh kebohongan. Pelbagai kegagalan dan kebobrokan perjalanan pemerintahan. Telah membuat rezim amburadul menempatkan NKRI dibibir jurang kebangkrutan nasional dan disintegrasi bangsa.
Mewujud negara kekuasaan, rezim terus membangun kejatuhannya. Alih-alih menghadirkan kesejahteraan bagi kehidupan rakyatnya. Rezim justru sibuk menggalang kekuatan untuk memamerkan penindasan dan kedzoliman terhadap rakyatnya.
Menyulap institusi dan aparatur pemerintahan sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai alat negara. Dengan cepat birokrasi berubah setia kepada penguasa namun menjadi penghianat rakyat.
Banyak Pejabat yang ahli menjilat pimpinannya namun bejat kepada rakyat. Tanpa terasa jarak semakin melebar antara negara dengan rakyatnya.
Dililit utang negara yang membengkak dan kebablasan serta berpotensi gagal bayar. Rakyat seperti hidup di jaman kolonial, dipaksa hidup dengan pajak membumbung tinggi.
Pejabat yang berutang, rakyat yang harus membayar. Rakyat terus memikul beban berat dari gaya hidup dan keangkuhan aparat. Penyelenggaraan negara terus digerogoti ulah pejabat yang kemaruk bisnis. Bukan hanya lingkaran istana dan sub-koordinatnya semata. Keluarga pejabat juga semakin ramai terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme.
Perampokan uang negara besar-besaran dan aji mumpung memanfaatkan kekuasaan, telah menjadi satu-satunya keahlian penyelenggara negara. Termasuk dramatisasi dan politisasi pandemi, untuk mengeruk bisnis dan melanggengkan kekuasaan.
Situasi ekonomi yang terus terpuruk. Ditambah gonjang-ganjing politik yang tidak sehat. Malah membuat rezim bersikap otoriter dan diktator sembari mengabaikan masalah -masalah pokok dan prinsip negara.
Semua kesadaran kritis dan upaya menyelamatkan bangsa dan negara. Dihadapi pemerintah dengan logika dan hukum kekuasaan. Aktifis pergerakan dan para ulama dikriminalisasi. Gerakan mahasiswa dibungkam dan kekuatan buruh dilumpuhkan.
Rezim juga tak segan-segan melakukan intimidasi, teror dan bahkan pembunuhan dengan dalih tindakan tegas dan terukur. Semua yang dianggap menentang dan melakukan perlawanan akan berhadapan dengan rezim kekuasaan. Berujung di penjara atau berakhir dengan kematian.
Entah globalisasi kapitalisme atau komunisme yang sama-sama mengusung sekulerisasi dan liberalisasi, yang terus menaungi kekuasaan di republik ini. Sementara penguasa di negeri ini begitu bangga dan bahagia menjadi budaknya.
Kini, dengan terus melambungnya harga-harga kebutuhan pokok yang mencekik rakyat dan daya beli rakyat semakin menurun. Ditambah produk kontitusi yang banyak melahirkan peraturan inkonstitusional. Mampukah pemerintah keluar dari krisis multi dimensi dan kemelut negara gagal?.
Mungkinkah akan ada perbaikan negara atau kehancuran yang lebih menyengsarakan rakyat?. Ataukah pergantian tahun ini akan menjadi pergantian kekuasaan juga?. Tak ada yang mampu memprediksinya. Apakah tahun baru ini bisa menuju kelahiran rezim baru.
Tahun baru rezim baru dengan cara konstitusional atau dengan proses inkostitusional sekalipun.
Jangan tanya pada rumput yang bergoyang, karena sudah tak ada lagi lahan tempat tumbuhnya di negeri ini. Jangankan untuk sekedar tanaman, bahkan kemanusiaan pun tak lagi dapat berkembang di persada Panca Sila.
Selamat menjalani kebaruan, selamat menelusuri rezim baru.(*)
Wallahu a’lam bishawab.
Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.