LAMPUNG TIMUR – Bandel, akhirnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung bersama DLH Kabupaten Lampung Timur resmi menyegel tambang pasir ilegal di Desa Sidorahayu, Kecamatan Waway Karya, Rabu, 18 Juni 2025.
Langkah ini menyusul laporan warga dan viralnya pemberitaan tentang aktivitas galian yang dianggap merusak lingkungan dan tak berizin.
“Kami telah menyaksikan sendiri, ternyata benar ada aktivitas tambang ilegal. Tidak ada izin yang ditemukan,” ujar Yulia Mustikasari, Kabid Penataan dan PKLH DLH Provinsi Lampung.
Tak tanggung-tanggung, plang penghentian aktivitas langsung ditancapkan di lokasi. DLH menegaskan bahwa segala kegiatan harus dihentikan sampai perizinan dipenuhi. Namun sayangnya masih ada mesin penyedot pasir di lokasi.
“Jika pasca pemasangan plang masih ada aktivitas, masyarakat bisa melaporkan langsung. Kami akan bertindak lebih tegas,” sambung Yulia.
Dikonfirmasi terkait sanksi yang diberikan kepada pelaku aktivitas tambang pasir liar tersebut. Yulia hanya menyampaikan akan ada sanksi administratif sesuai aturan berlaku jika hasil pemeriksaan ditemukan ketidaktaatan.
Penyegelan itu hanya sepotong kisah dari tambang pasir yang penuh drama. Sebab di balik tumpukan pasir dan lubang bekas galian, ada nama besar yang ikut terseret.
Diketahui sebelumnya aktivitas tersebut penuh drama sosok yang mencuat dalam polemik tambang ini bukan orang sembarangan. M Khoerun, yang mengaku sebagai adik kandung penceramah kondang Gus Miftah, disebut-sebut sebagai pemilik tambang liar di Sidorahayu.
Yang bikin geger, Khoerun terang-terangan menyebut tambang tersebut telah “dikonfirmasi aman” ke Polda dan Polres. Pernyataan ini diperoleh dari tangkapan layar percakapan WhatsApp antara dirinya dan seorang pengurus ormas lokal yang diterima wartawan wawai news.
“Saya Gus Khoeron, adik kandung Gus Miftah, Dinda. Soal tambang itu punya saya dan Lurah Jeny. Untuk Polda dan Polres sudah kita konfirmasi, aman,” tulis Khoerun dalam chat tersebut.
Tak hanya itu, Kepala Desa Sumberrejo, Jeni Aditia, juga mengaku sebagai bagian dari aktivitas tersebut.
Baik Khoerun maupun Kades Jeni berdalih bahwa aktivitas tambang dilakukan atas permintaan warga yang ingin mencetak sawah. Pasir yang dijual digunakan untuk membayar biaya excavator karena warga tidak punya modal.
“Kami hanya mendampingi warga. Itu untuk cetak sawah,” kilah Khoerun saat dikonfirmasi media, Sabtu (17/5/2025).
Kades Jeni juga mengonfirmasi bahwa aktivitas tambang sudah berhenti. Saat ditanya kapan memperbaiki lahan yang terlanjur diobrak-abrik, ia menjawab santai:
“Nanti, setelah ada modal lagi. Ini juga baru jalan 7 hari.”ujarnya saat dikonfirmasi wawai news bulan lalu.
Aksi Segel vs Aksi “Kondisi Aman”
Pemasangan plang oleh DLH seolah jadi panggung teatrikal yang kontras dengan pengakuan-pengakuan para aktor tambang. Plang dibilang tegas, tapi ‘kondisi aman’ dibilang lebih sahih oleh yang mengaku punya koneksi.
Kini masyarakat menanti apakah tindakan aparat akan seberani pernyataan DLH atau justru kalah oleh status WhatsApp bertulis “Sudah aman Dinda”.***