LAMPUNG TIMUR —Pemberantasan rokok ilegal demi menyelamatkan generasi bangsa dan keuangan negara yang digaungkan, sepertinya hanya tagline saja, toko grosir di Desa Sindang Anom, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, justru tampak adem ayem menjajakan rokok polos tanpa cukai seolah berjualan permen.
Toko tersebut, yang dikenal dengan nama Stela Arkan, terang-terangan menjual berbagai merek rokok ilegal seperti GP Bol, Gudang Ganam, Smit, dan Trans.
Anehnya, meski sudah dilaporkan ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Lampung, melalui online, toko ini masih berdiri kokoh dan bebas beroperasi. Satpam saja kalah rajin menjaga.
Sebelumnya, investigasi Wawai News menemukan fakta mencengangkan pemilik toko, Tuti, mengaku lugas bahwa dirinya memang menjual rokok tanpa pita cukai.
Dikonfirmasi lebih lanjut dari asal rokok polos itu, Tuti mengakui diambil dari sales yang biasa mengantar.
Rokok-rokok tersebut dibeli dari sales keliling. “Mereka biasa ambil banyak, kadang puluhan karton juga,” kata sumber media ini, membenarkan..
Saking banyaknya stok, ada yang berseloroh: “Kalau Bea Cukai telat turun, jangan-jangan nanti toko ini bisa buka cabang.”imbuhnya.
Bea Cukai: Kami Sedang “Menyusun Jadwal”
Saat dikonfirmasi, pihak Bea Cukai Lampung menjawab dengan tenang dan penuh perencanaan. Hal ini dipastikan saat Bea Cukai turun semua rokok ilegal sudah dipindahkan.
“Untuk waktu pelaksanaan penindakan harus kami lakukan perencanaan terlebih dahulu, kak.”tulisnya menjawab laporan wawai news, pada Rabu 23 Juli 2025.
Kesan santainya nyaris membuat publik bertanya-tanya apakah jadwal Bea Cukai lebih padat dari kalender konser K-Pop?
Padahal, sebagaimana diketahui publik, peredaran rokok ilegal bukan perkara remeh. Negara kehilangan potensi pendapatan cukai dalam jumlah besar, dan masyarakat terjebak pada produk berisiko yang tak memenuhi standar kesehatan dan regulasi.
Sindang Anom: Surga Kecil untuk Rokok Tanpa Cukai?
Menurut sumber terpercaya Wawai News, toko Stela Arkan hanyalah salah satu dari beberapa toko yang menjual rokok ilegal di wilayah Sindang Anom.
Praktik ini sudah lama berlangsung, seolah wilayah ini telah menjelma menjadi zona bebas pita cukai semacam zona ekonomi khusus, tapi tanpa izin.
Yang jadi ironi, toko-toko seperti ini bisa terang-terangan beroperasi tanpa takut pengawasan. Entah karena keberanian, kelengahan aparat, atau kombinasi dari keduanya, belum diketahui pasti.
Publik menanti kapan Bea Cukai turun? Sebelum atau setelah lebaran berikutnya?
Jika praktik ini terus dibiarkan, negara akan terus kecolongan, toko untung besar, sementara masyarakat dikaburkan antara legal dan ilegal. Apalagi, dalam kondisi fiskal yang butuh napas panjang, setiap rupiah dari cukai seharusnya bisa membantu membiayai layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Tapi kalau yang terjadi malah “puluhan karton” rokok ilegal keluar tanpa pungutan sepeser pun, siapa yang sebenarnya sedang dibakar? Rokoknya atau sistem pengawasannya?.***