Ngekhajang atau merajang daun pandan telah menjadi bagian dari tradisi budaya turun temurun pada Keluarga Sebatin Gelar Pangeran Padang Ratu dari keturunan Paksi Marga Padang Ratu, di Pekon Padang Ratu Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus, Lampung. Bagaimana Riwayatnya?
Beberapa hari lalu, keturunan Paksi Pak Marga Ngarip Sebatin Marga Pekon Padang Ratu, Kecamatan Wonosobo menggelar kegiatan budaya tradisi Ngekhajang di kampung setempat. Namun sayang acara itu menjadi tidak sempurna karena digelar ditengah pagebluk yang lagi memuncak.
Keturunan Paksi Marga Padang Ratu merupakan salah satu suku adat yang tersebar di Tanggamus, hingga kini masih mempertahankan salah satu tradisi yang dilaksanakan dalam acara pernikahan. Menentang modernisasi zaman mungkin kata itu pantas disematkan cara mereka dalam mempertahankan tradisi Ngekhajang. Ngekhajang Kumbang suatu kegiatan merajang daun pandan, daun jeruk purut yang tradisinya di khususkan bagi bujang gadis dari marga tersebut dalam acara adat pernikahan.
Ia menjadi semacam tradisi khusus, karena Ngekhajang Kumbang harus dilaksanakan pada malam hari pelakunya pun harus bujang gadis yang diundang secara khusus oleh pemilik hajat. Para bujang gadis itu akan berhadapan berjejer, mereka merajang aneka dedauan yang telah disiapkan tersebut dalam satu wadah semacam pelepah kelapa yang telah dibuat khusus sebagai tempatnya.
Hasil Ngekhajang daun pandan itu, kemudian disimpan untuk acara malam selanjutnya dalam acara deduaian. Acara ini tentunya sangat ditunggu oleh bujang gadis, mereka akan mengantarkan sang pengantin yang akan melepas masa lajangnya.

“Deduaian, adalah semacam acara adat berbalas pantun antara bujang gadis, ada hiburan di dalam. Disini mereka saling berkenalan melalui pantun yang dilemparkan dengan gaya bahasa yang khas yakni bahasa Lampung pesisir atau dialiek ‘I’,”ujar Masipah salah satu sesepuh Adat Marga Ngarip Pekon Padang Ratu, kepada Wawai News, Rabu (14/7/2021).
Pada acara Deduaian, itu sendiri rajangan jeruk purut bersama dedaunan pandan tersebut di letakkan ke dalam baki sejenis talam berkaki (Pahakh-ed), bersamaan dengan alat hias bagi wanita seperti bedak dan lainnya kemudian dan diletakkan didepan bujang dan gadis.
Tujuan meletakkan rajangan daun pandan, daun jeruk purut dicampur bedak tersebut kisah Masipah, agar digunakan oleh para bujang dan gadis untuk membedaki wajah saat acara Deduaian.
“Deduaian adalah, acara pantun sahut antara bujang dan gadis keesokan harinya setelah melakukan ngekhajang kumbang di malam hari,”paparnya, sebagai tradisi lanjutan.
Saat acara pantun sahut yang dilakukan antara bujang dan gadis (Deduaian) si bujang berpantun berbahasa lampung kemudian si gadis membalas pantunnya dalam bahasa yang sama.
Tradisi Ngekhajang ini, sebenarnya hanya diselenggarakan oleh keluarga Sebatin Gelar Pangeran Padang Ratu dari keturunan Paksi Marga Padang Ratu. Namun demikian, sebenarnya untuk para Pangeran lain bisa menyelenggarakan kegiatan tersebut tapi mengingat menelan biaya yang besar maka cukup para sebatin saja yang menggelar kegiatan itu.

“Ngekhajang Kumbang itu sendiri adalah salah satu bagian dari rangkaian berbagai budaya tradisi dalam acara pernikahan Keluarga Sebatin Gelar Pangeran Padang Ratu. Waktunya pun bisa memakan waktu hingga 4 hari empat malam, tapi dulu dilakukan dengan cara bergotong-royong, sehingga meskipun biayanya besar terasa ringan, karena semangatnya satu demi mempertahan tradisi”jelasnya.
Catatan Budaya dari Redaksi