Info Wawai

Wanita yang Ditinggal Suami Tanpa Kabar, Apa Boleh Dinikahi?

×

Wanita yang Ditinggal Suami Tanpa Kabar, Apa Boleh Dinikahi?

Sebarkan artikel ini
187 Pasangan Itsbat Nikah Ikuti Hajat Keren Bekasi

WAWAINEWS.ID – Banyak suami yang meninggalkan keluarga merantau jauh, dengan tujuan awalnyamencari nafkah.

Namun, diperjalanan tidak sedikit pula istri yang kehilangan kabar suaminya hingga bertahun-tahun lamanya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana hukumnya menikahi perempuan tersebut?

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dalam Fiqih, suami yang pergi hingga tidak diketahui keberadaannya dalam waktu yang cukup lama dikenal dengan istilah mafqûd.

Hilangnya kabar keberadaan suami dapat disebabkan pergi tanpa kabar, menjadi korban bencana yang jasadnya tidak ditemukan, dan lain sebagainya.

Dalam kondisi seperti itu terdapat dua pendapat dari kalangan ulama.

BACA JUGA: Inilah Hukum Istri yang Biasa Ambil Uang Disaku Suami Tanpa Izin

Pendapat pertama, si perempuan harus menunggu hingga diyakini ikatan pernikahannya dengan si suami telah terputus, baik karena kematian suaminya, telah ditalak suaminya, atau sejenisnya.

BACA JUGA :  27-28 Mei Jadi Waktu Tepat Verifikasi Arah Kiblat, Cek Waktunya Disini

Kemudian ia telah menjalani masa iddahnya.

Hal ini mengingat hukum asal dalam kasus tersebut adalah si suami masih hidup dan status pernikahannya masih berlaku secara menyakinkan sehingga tidak dapat dianggap batal kecuali secara meyakinkan pula.

BACA JUGA : Inilah Manfaat Buah Nanas Bagi Kesehatan, Miliki Sumber Vitamin C

Demikian pendapat Imam As-Syafi’i dalam qaul jadîd.

قوله (وَمَنْ غَابَ) بِسَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ (وَانْقَطَعَ خَبَرُهُ لَيْسَ لِزَوْجَتِهِ نِكَاحٌ حَتَّى يُتَيَقَّنَ) أَيْ يُظَنَّ بِحُجَّةٍ كَاسْتِفَاضَةٍ وَحُكْمٍ بِمَوْتِهِ (مَوْتُهُ أَوْ طَلَاقُهُ) أَوْ نَحْوُهُمَا كَرِدَّتِهِ قَبْلَ الْوَطْءِ أَوْ بَعْدَهُ بِشَرْطِهِ ثُمَّ تَعْتَدُّ لِأَنَّ الْأَصْلَ بَقَاءُ الْحَيَاةِ وَالنِّكَاحِ مَعَ ثُبُوتِهِ بِيَقِينٍ فَلَمْ يَزُلْ إلَّا بِهِ أَوْ بِمَا أُلْحِقَ بِهِ

“(Suami yang menghilang) karena pergi atau sebab lain (dan terputus beritanya, maka istrinya tidak boleh menikah lagi sampai diyakini) yakni diduga kuat berdasarkan hujjah, seperti berita luas atau dinyatakan mati secara hukum (kematian atau talaknya) atau semisalnya, seperti murtadnya sebelum atau sesudah terjadi persetubuhan dengan syaratnya, kemudian si istri menjalani iddah. Sebab, hukum asalnya adalah si suami masih hidup dan pernikahan tetap sah secara yakin sehingga hal ini tidak bisa hilang kecuali dengan berita yang yakin pula atau yang disamakan dengannya,” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtâj pada Hawâsyais Syarwani wal ‘Abbâdi, [Beirut, Dârul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1996], cetakan pertama, Jilid X, halaman 456).

BACA JUGA :  Isteri Berkewajiban Melayani Suami, Tak Wajib Memperhatikan Keluarga Suami

Pendapat kedua, si perempuan harus menunggu sampai lewat masa empat tahun qamariyyah dan kemudian melakukan iddah selama 4 bulan 10 hari. Masa empat tahun digunakan standar karena merupakan batas maksimal usia kehamilan.

BACA JUGA : Inilah Daftar Produk Israel di Indonesia yang Wajib di Boikot

Sedangkan perhitungannya dimulai sejak hilangnya keberadaan suami atau keputusan hukum dari hakim atas kematian suami.

قوله (وَفِي الْقَدِيمِ تَتَرَبَّصُ أَرْبَعَ سِنِينَ) قِيلَ مِنْ حِينِ فَقْدِهِ وَالْأَصَحُّ مِنْ حِينِ ضَرْبِ الْقَاضِي فَلَا يُعْتَدُّ بِمَا مَضَى قَبْلَهُ (ثُمَّ تَعْتَدُّ لِوَفَاةٍ وَتَنْكِحُ) بَعْدَهَا اتِّبَاعًا لِقَضَاءِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِذَلِكَ وَاعْتُبِرَتْ الْأَرْبَعُ لِأَنَّهَا أَكْثَرُ مُدَّةِ الْحَمْلِ.

“(Menurut qaul qadîm, ia harus menunggu selama empat tahun), menurut satu versi: empat tahun itu dihitung sejak hilangnya si suami. Sementara menurut versi al-ashhah, dihitung sejak ada keputusan dari hakim, maka waktu yang berlalu sebelumnya tidak di hitung. (Kemudian ia menjalani ‘iddah sebagai wanita yang ditinggal mati suaminya, lalu boleh menikah) setelahnya. Demikian karena mengikuti putusan hukum Umar RA dalam kasus tersebut.