LAMTIM – Penyimbang dan Tokoh adat Kebandaraan Limo Mego, Kabupaten Lampung Timur, menilai Dinas Pariwisata dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) wilayah setempat ingkar janji.
Hal tersebut terkait pelecehan kudapan khas setempat yakni Kelawar, yang telah dilecehkan melalui program tayangan di salah satu televisi nasional tahun lalu.
Diketahui atas hal tersebut sebelumnya, pihak Pokdarwis setempat sudah mengaku bersalah bahkan dalam musyawarah mereka bersedia meluruskan dan menayangkan ulang terkait pelecehan Kelawar yang diganti menggunakan daging Kelawar tersebut.
Tidak hanya itu, dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Timur pun menjanjikan menyelesaikan persoalan tersebut sesuai kesepakatan tertuang dalam surat perjanjian. Tapi sampai sekarang semua kesepakatan tidak terealisasi.
“Pokdarwis sendiri, sudah menjanjikan tayang ulang di stasiun televisi nasional tersebut, terkait kuliner khas Kelawar yang mereka lecehkan. Tapi sampai sekarang janji itu bohong,”ungkap Hasan, Rajo Bandar mewakili penyimbang dan tokoh adat Limo Mego, Selasa (22/1/2020).
Diakuinya berbagai upaya sudah dilakukan untuk meluruskan tayangan pelecehan kudapan khas Sekampung Limo Mego tersebut. Tetapi tidak ada tanggapan serius, bahkan pihak yang melecehkan pun tidak ada itikad baik dan ingkar dari kesepakatannya sendiri.
Menurutnya, Penyimbang dan Tokoh adat Kebandaraan Limo Mego sendiri sudah menetapkan Cepalo (Denda adat) atas pelecehan tersebut. Bahkan pihak Pokdarwis sendiri bersedia memenuhi Cepalo itu sendiri ketika musyawarah di desa Gunung Pasir Jaya, Kecamatan Sekampung Udik.
Sebagai gantinya penyimbang dan tokoh adat Kebandaraan Limo Mego, mencoba meluruskan teknik pembuatan Kelawar mulai dari proses awal dan bahan baku yang asli digunakan untuk kudapan tersebut.
Mereka, bertempat di salah desa, berkumpul dan makan bersama. Hal tersebut salah satu bentuk protes, meski tidak disiarkan secara langsung melalui televisi.
“Ya, begini lah cara kami mempromosikan Kelawar sebenarnya. Hanya masak bersama di foto atau divideokan amatiran. Ini hanya bentuk mengobati rasa kekecewaan saja,”ujarnya.
Melalui praktek langsung tersebut mereka berharap, masyarakat seluruh indonesia bisa paham ,dan bisa membedakan mana kelawar dan kelelawar. (Kandar)