Lampung

Intimidasi Kepada Jurnalis Kembali Terjadi di Lampung

×

Intimidasi Kepada Jurnalis Kembali Terjadi di Lampung

Sebarkan artikel ini
kekerasan jurnalis
ilustrasi kekerasan terhadap jurnalis

LAMPUNG – Intimidasi terhadap jurnlis kembali terjadi di Lampung, kali ini dilakukan oleh Oknum Jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung berinisial A ketika dikonfirmasi terkait pemberitaan.

Hal tersebut dialami oleh jurnalis Suara.com Ahmad Amri. Ia mendapatkan diintimidasi saat hendak melakukan konfirmasi berita tentang dugaan oknum jaksa menerima uang dari keluarga terpidana kasus illegal logging

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Amri awalnya mewawancarai Desi Sefrilla, istri dari terpidana illegal logging. Hasil wawancara, didapat bahwa Desi mengaku sudah menyetor sejumlah uang untuk meringankan hukuman suaminya ke seseorang yang mengaku oknum jaksa A. 

Namun, karena hukuman suaminya tidak berkurang, Desi memutuskan melaporkan kasus penipuan yang diduga dilakukan oknum jaksa tersebut ke Polres Pringsewu. 

Setelah mendapatkan informasi tersebut, Amri berusaha mengonfirmasi kepada jaksa yang disebut Desi. Amri kemudian mengirimkan pesan melalui WhatsApp (WA) ke jaksa A. 

Dalam pesan yang dikirim, Amri meminta konfirmasi soal laporan korban Desi ke Polres Pringsewu yang menyeret nama jaksa Anton. Namun, pesan tersebut tidak direspon. 

BACA JUGA :  Angin Puting Beliung, Luluhlatak Puluhan Rumah di Tulangbawang

Sehingga, Amri langsung datang ke Kantor Kejati Lampung hendak mewawancarai bagian Penerangan Hukum Kejati Lampung. 

Saat menunggu, Amri melihat jaksa A yang sedang berjalan di halaman kantor Kejati Lampung. Amri mengejar jaksa tersebut untuk meminta konfirmasi. 

Saat ditemui, jaksa tersebut mengajak Amri naik ke ruangannya di lantai 2 di salah satu gedung di Kejati Lampung. Jaksa A meminta Amri untuk menitipkan barang bawaannya termasuk HP ke pos penjagaan. 

Awalnya Amri sempat menolak HP dititipkan karena bagian dari alat kerjanya sebagai wartawan. Namun Jaksa A mengatakan itu sudah aturan jika ingin masuk ke gedung Kejati Lampung. 

Amri pun memutuskan menitipkan semua barang bawaannya ke pos penjagaan. Di dalam ruangan di lantai 2, jaksa A langsung mengintimidasi Amri dengan mengatakan sudah men screen shoot pesan WA Amri dan mengonsulitasikannya ke bagian Cyber Polda Lampung. 

BACA JUGA :  KPK Jamin Pilkada Serentak di Lampung, Bebas Korupsi dan Politik Uang

Menurut jaksa A, pesan yang dikirim Amri sudah bisa dikenakan dengan UU ITE. Jaksa Anton lalu mengatakan akan ada dua orang yang menelepon Amri. 

Kepada Amri, jaksa Anton mengaku sudah mencari Amri bersama dua orang karena pesan WA sebelumnya yang pernah dikirim Amri. 

Pesan yang dimaksud adalah permintaan konfrimasi dari Amri mengenai masalah jual beli perkara yang diduga melibatkan Anton. 

“Saya sudah cari-cari kamu sama dua orang tapi ga ketemu,” ujar Amri menirukan perkataan jaksa Anton. 

Menyikapi ini, Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Bidang Pembelaan Wartawan, Juniardi, menyayangkannya. Menurut Juniardi, intimidasi terhadap wartawan bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia (HAM). 

“Terlebih ini dilakukan oleh jaksa yang notabene adalah penegak hukum. Seharusnya jaksa paham dan bisa membedakan mana wartawan dan mana yang bukan wartawan,” kata Juniardi melalui keterangan tertulis. 

Hal senada disampaikan Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho mengecam intimidasi terhadap jurnalis Suara.com. Menurutnya, apa yang dilakukan jaksa A adalah upaya membungkam Amri menyampaikan kebenaran. 

BACA JUGA :  MIRIS, Indeks Kemerdekaan Pers di Lampung Terjun Bebas, Nomor Tiga dari Bontot 

“Seyogianya, yang bersangkutan cukup menjawab hal yang ditanyakan Amri. Tak perlu mengancam, apalagi sampai membawa dua orang untuk mencari Amri. Apa maksudnya mencari Amri?,” kata dia. 

Menurutnya, tugas jurnalis adalah memberikan informasi sedemikian rupa. Sehingga, orang dapat menilainya dan kemudian memutuskan sendiri apa yang harus dipikirkan.

Sebagai bagian dari pers, lanjutnya, jurnalis memiliki peran yang sangat spesifik dalam masyarakat. Melalui informasi, jurnalis memberdayakan warga negara untuk memperkuat institusi demokrasi dan demokrasi itu sendiri.

Lebih dari itu, keberadaan jurnalis untuk menjaga hak-hak publik, di antaranya hak atas informasi. Karena itu, mengintimidasi jurnalis atau apa pun bentuk kekerasan lainnya berarti mengebiri hak publik memperoleh informasi.

“Saya meminta semua pihak untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik. Selain dijamin UU 40/1999 tentang Pers, jurnalis bekerja untuk publik,” pungkasnya.

Sumber: kantor beirta RMOL Lampung