Scroll untuk baca artikel
Opini

Presiden Prabowo dan Politik Anti Kuyo-Kuyo?

×

Presiden Prabowo dan Politik Anti Kuyo-Kuyo?

Sebarkan artikel ini
Presiden Prabowo Subianto, pidato kenegaraan pertama usai dilantik sebagai Presiden RI ke-8 pada Minggu 20 Oktober 2024
Presiden Prabowo Subianto, pidato kenegaraan pertama usai dilantik sebagai Presiden RI ke-8 pada Minggu 20 Oktober 2024

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 23/02/2025

WAWAINEWS.ID “Kuyo-kuyo”. “O-nya dibaca seperti “o”-nya, “ompong”, “potong”, “kosong”. Merupakan frase dalam bahasa Jawa. Biasanya digunakan dengan kata depan “di”. Seperti kalimat: “ojo di kuyo-kuyo”. Bahasa Indonesianya: “jangan di kuyo-kuyo”.

GESER UNTUK BACA BERITA
banner 600x415
GESER UNTUK BACA BERITA

Artinya?.

Direndahkan, dipermalukan, dinistakan, dimenderitakan, disakiti, diposisikan tidak sepantasnya secara terus menerus. Setara dengan makna “di bully” pada bahasa yang lazim kita pakai saat ini. Jika diganti kata depan “me”, “menguyo-uyo”.

Artinya: merendahkan, membuat malu, menistakan, memenderitakan, menyakiti, memperlakukan tidak pantas secara terus menerus, dan seterusnya.

“Kuyo-kuyo” merujuk perlakuan direndahkan secara tidak proporsional. Bahkan mungkin orangnya memang salah. Akan tetapi derajad kesalahannya masih bisa dimaklumi. Tidak semestinya diperlakukan tidak pantas secara terus menerus.

“Politik kuyo-kuyo” bisa diartikan sebagai perilaku politik dengan cara merendahkan, menistakan, memperlakukan tidak pantas. Merendahkan secara berlebih-lebihan. Meremehkan orang lain. Dan makna sejenis.

Itu barangkali menjelaskan makna slogan “hidup Jokowi” yang diteriakkan Presiden Prabowo pada HUT Gerindra ke-17. Bahkan keluar kata-kata “Ndasmu”.

BACA JUGA :  Manggulan "Jumenengan" Presiden Prabowo

Merupakan kontra narasi dari perilaku “kuyo-kuyo” terhadap orang lain. Ialah perilaku kebiasaan merendahkan orang lain di depan publik secara berlebihan. Memperlakukan orang secara tidak proporsional.

Politik “kuyo-kuyo” itu dilawan dengan kontra narasi. Berupa yel-yel dukungan terhadap orang yang direndahkan itu. “Hidup Jokowi”. Kemudian ditambah kata-kata kasar kepada pelaku politik kuyo-kuyo itu. “Ndasmu”.

Artinya peringatan keras. Bahwa perilaku itu tidak baik, menguyo-uyo harus dihentikan. Kalau diingatkan dengan baik-baik tidak bisa, kamu pelakunya juga tidak lebih baik. Pantas disematkan kata-kata kasar. “Ndasmu”. Mungkin begitu jika ditafsirkan secara terbuka.

Kenapa Presiden Prabowo melakukan kontra narasi itu?

Ia merupakan korban politik kuyo-kuyo itu. Beberapa dekade lamanya. Tentu paham betul arti di- kuyo-kuyo. Tidak enak. Tau betul menderitanya di- kuyo-kuyo.

Dituduh hendak kudeta, penculik aktivis, pelanggar HAM berat, militeristik, rasis anti Cina. Di band di negara-negara barat. Tidak disukai negara-negara barat.

Berikut sejumlah stigma negatif lainnya. Ia diancam tumpes kelor (dihabisi). Maka ia sempat mengungsi ke Yordania. Selama lebih dua dekade. Ia dibenamkan dalam politik kuyo-kuyo itu.

BACA JUGA :  Satu Bulan Prabowo-Gibran

Isu-isu yang menguyo-uyo Pabowo selalu muncul secara lebih massive ke permukaan. Ketika ia melakukan kontestasi politik. Bahkan sisi-sisi kelemahan keluarganya selalu dieksploitasi. Ia dan keluarganya direndahkan sedemikian rupa. Dengan seburuk-buruknya citra atau image.

Tampaknya ia tidak mau mengulangi perilaku itu. Kini ia berkuasa. Ia pastikan ia tidak melakukan politik kuyo-kuyo itu. Bahkan berusaha memastikan politik kuyo-kuyo itu tidak ada lagi.

Jokowi, bagaimanapun mantan Presiden RI dua periode. Baik atau buruk ia wajah RI dalam sejarah bangsa. Selamanya.

Jika memiliki kesalahan hukum, tersedia mekanisme untuk membuktikannya. Bukan dengan cara di bully. Kuyo-kuyo terhadapnya berarti kuyo-kuyo terhadap bangsa sendiri.

Presiden Prabowo barangkali juga belajar dari perilaku serupa dalam sejarah bangsa. Banyak elemen bangsa melakukan “kuyo-kuyo” terhadap para pendahulu bangsa.

Ternyata tidak membuat bangsa ini menjadi baik. Justru terjebak ketegangan kebangsaan dalam rentang panjang. Bukan atmosfer yang produktif untuk mengejar kemajuan.

Kepemimpinan rezim tidak mungkin hanya produk perorangan. Memerlukan penyangga politik untuk menopang eksistesinya. Begitu pula dengan rezim Jokowi.

BACA JUGA :  Pilkada dan Masa Depan Partai

Ia disangga eksistensinya oleh PDIP. Bahkan ia diperlakukan sebagai “petugas partai”. Kewenangan konstitusinya sebagai presiden hendak atau bahkan dikudeta oleh otoritas ketua partai.

Pada eranya, menteri kabinet, posisi strategis BUMN, kepala daerah, banyak dari PDIP. Loyalitasnya diorkestrasi kepada partai. Bahkan Presiden sendiri diperlakukan sebagai petugas partai.

Jika diantara mereka membuat kesalahan. Tidak mungkin dibebankan kepada Presiden Jokowi seorang. Itu kesalahan rezim. PDIP ada didalamnya. Tidak adil jika Presiden Jokowi dikuyo-kuyo untuk menanggung beban sendirian.

Mungkin itu makna yel-yel “hidup Jokowi”. “Ndasmu”. Presiden Prabowo menegaskan dirinya anti politik kuyo-kuyo. Mengajari dengan keras untuk tidak bersahabat dengan perilaku politik kuyo-kuyo.

Ia tidak risau dianggap atau diopinikan disetir presiden sebelumnya itu. Ia sudah kuasai keadaan spenuhnya.

Ia hanya tidak ingin peradaban kuyo-kuyo itu tetap ada. Ia pernah merasakan bagaimana menderitanya kuyo-kuyo itu.

Mungkinkah begitu tafsir bebasnya ???.

• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)