Scroll untuk baca artikel
Opini

Airlangga Hartarto dan Pejabat Bejat Lainnya, Kapan Mundur?

×

Airlangga Hartarto dan Pejabat Bejat Lainnya, Kapan Mundur?

Sebarkan artikel ini
Yusuf Blegur
Yusuf Blegur

Oleh : Yusuf Blegur

WAWAINEWS – Sepertinya Tuhan sedang menelanjangi semua perilaku menyimpang kekuasaan. Bukan hanya korupsi, eksploitasi sumber daya alam, gunungan utang serta keragaman kejahatan institusional dan konstitusional lainnya. Heboh perselingkuhan seorang menteri yang juga ketua umum partai politik besar itu.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Meyakinkan rakyat, bahwasanya semakin rusak peradaban di negeri Panca Sila. Agama diintimidasi, harta dan jabatan dioligarki, perempuanpun dikangkangi.

Kasus asmara terlarang capres itu, seakan menjadi representasi dari perselingkuhan gelap para pejabat senasional. Bagai “a smooth criminal” lantunan mendiang Michael Jackson, kini terlihat kasar pada aparatur penyelenggara negara.

BACA JUGA :  Pilkada Jakarta 2024: Redupnya “Masyarakat Rasional”?

Pemimpin itu harusnya menampilkan kemuliaan. Amanat yang diemban di pundaknya, selayaknya menuntunnya mewujudkan kebahagiaan rakyat. Setiap pikiran, ucapan dan tindakannya selalu mengedepankan kebaikan, menegakkan kebenaran dan membangun ruang keadilan seluas-luasnya. Bukan sekedar citra, fakta seorang pemimpin itu semaksimal mungkin menghindari perbuatan tercela, hina dan berakibat buruk bagi kehidupan rakyatnya.

Di beberapa negara yang bahkan dianggap liberal dan sekuler sekalipun. Soal-soal profesionalitas, disiplin dan etika tetap dijunjung tinggi. Penegakan hukum begitu diikuti oleh tanggungjawab pejabat dan para pemangku kepentingan publik lainnya. Moralitas dan rasa malu begitu menyelimuti keseharian aktifitas penyelenggaran badan usaha dan pemerintahan.

Negara pun komitmen dan konsisten menjaga kewibawaan hukum dengan cara menindak tegas dan memberi sangsi seberat-beratnya para pelanggar hukum terlebih di kalangan pejabat negara.

BACA JUGA :  Anti Klimaks Soekarnoisme

Mundur dari jabatan, melakukan bunuh diri dan atau mendapatkan hukuman mati, telah menjadi kebiasaan bagi pelaku dan yang dilakukan institusi hukum di beberapa negara terhadap kejahatan berat.

Kenyataan itu menegaskan tidak hanya telah berlangsungnya supremasi hukum semata. Lebih dari itu, ada sikap ksatria yang menunjukkan mentalitas menjunjung harga diri dan martabat seseorang dalan menerima ganjaran ekstrim sekalipun usai melakukan perbuatan jahat atau tercela dalam pandangan hukum dan sosial.

Jepang, Cina dll., memang bukanlah negara Indonesia. Bangsa-bangsa seperti mereka memang bukan berideologi Panca Sila. Mereka penganut kapitalisme, komunisme, negara dengan atheisme dan polytheisme.

Yusuf Blegur
Opini

Oleh: Yusuf Blegur WAWAINEWS.ID – Penguasa tuntas mengoyak…