“Bupati Tulang Bawang dan BPN menemukan pemalsuan data luas lahan yang dilakukan oleh PT. GPA (SGC) seluas 124.092 – 86.455 – 37.637 hektar. Perbedaan luas lahan perkebunan yang terjadi pada SGC ini sangat mempengaruhi pendapatan negara berdasarkan PPN, PPh, PBB, BPHTB, dil,” ujarnya.
Menurutnya, kewajiban pajak tersebut secara rinci dapat disebutkan sbb : PPN atas Gula Pasir dan Mosales pada PT. GPA, PPN atas Gula Pasir dan Mosales pada PT. Garuda Putih Mataram, PPN atas Ethanol PT. Indo Lampung, PPh pada PT. SIL, GPA, GPM, ILD dst Termasuk pajak PBB, BPHTB, Restrilbusi Air Tanah dst. Sehingga Total kewajiban pajak SGC yang tertunggak terhitung sejak 2004 adalah Rp20 triliun.
“Pengemplangan pajak PT SGC sejak tahun 2004, diduga hampir Rp20 triliun. Tapi kemudian, hal ini menguap begitu saja, termasuk seualah Gubernur Ridho Ficardo dan Arinal Djunaidi yang memiliki kedekatan dengan PT SGC,” ujar Indra Musta’in.
Dia menjelaskan, APBN Lampung hanya Rp7 Triliun, artinya jika perusahaan membayar pajak dengan semestinya, maka banyak perubahan yang bisa terjadi untuk pembangunan Lampung.
Indra melanjutkan, jika tuntutan itu tidak diakomodir, pihaknya akan melakukan aksi di Kementerian ATR/BPN di Jakarta.
“Kami juga akan melayangkan surat kepada Komisi II DPR RI untuk membentuk pansus menyelidiki dugaan penyerobotan lahan dan pengemplangan pajak yang dilakukan oleh PT SGC.
Aksi tersebut meminta empat poin;
- Pertama, mendesak Kementerian ATR/BPN melalui BPN Wilayah Lampung untuk melakukan pengukuran ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT Sugar Group Company karena ada dugaan luasannya lebih besar dari yang diberikan negara.
- Kedua, atas perbedaan luas lahan PT. SGC tersebut juga diduga kuat dijadikan modus untuk melakukan pengemplangan pajak sehingga merugikan keuangan negara maka kami atas nama rakyat Lampung menggugat Kementrian Keuangan Untuk melakukan audit dan penagihan kepada PT. SGC.
- Ketiga, AKAR menggugat BPN Wilayah Lampung agar transparan atas dokumen HGU, peta digital, dan peta resmi perusahaan-perusahaan perkebunan di Provinsi Lampung.
- Keempat, menggugat BPN Wilayah lampung berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN mencabut perpanjangan HGU PT. Sweet Indo Lampung karena melanggar syarat dan ketentuan yang wajib dipatuhi dalam dokumen perpanjangan HGU terkait larangan mengelola lahan dengan membakar.