Scroll untuk baca artikel
Politik

Aksi Kamisan Bekasi: Saat DPRD Diserang Meme Teletubbies, Demokrasi Jadi Sitkom Politik

×

Aksi Kamisan Bekasi: Saat DPRD Diserang Meme Teletubbies, Demokrasi Jadi Sitkom Politik

Sebarkan artikel ini
Meme serial komedi yang menggunakan humor dan satir untuk mengkritik serta menyoroti kelemahan dan keanehan yang ada dalam dunia politik

KOTA BEKASI — Aksi Kamisan jilid 3 dua hari lalu yang digelar Aliansi Rakyat Miskin Kota (ARMK) awalnya tampak seperti agenda serius, orasi, spanduk, dan tuntutan perubahan.

Namun, siapa sangka, kali ini mereka datang bukan hanya dengan semangat, tapi juga meme dan bukan sembarang meme pimpinan DPRD Bekasi diganti kepalanya dengan Teletubbies.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Tokoh warna-warni yang biasanya menyapa anak-anak dengan “Eh-oh!”, kini hadir di tengah politik Bekasi sambil menyindir: “Eh, oh, mana janji dewan, dong?”

Meme itu langsung viral. Di balik kelucuannya, ada pesan yang jauh dari lucu, tuntutan pergantian Ketua DPRD Sardi Effendi dan Ketua Fraksi PKB Muhrodi, yang dianggap sudah “habis masa tayang politiknya”.

ARMK bahkan menyarankan pengganti, lengkap dengan nama seperti acara recasting sinetron yang ratingnya anjlok.

Tapi tentu, di negeri di mana pasal pencemaran nama baik lebih cepat muncul daripada transparansi anggaran, kelucuan itu kini berubah jadi ancaman hukum. Meme yang awalnya bikin ngakak, bisa berubah jadi panggilan penyidik.

Dalam demokrasi ideal, rakyat boleh mengkritik pejabatnya. Tapi di demokrasi versi lokal, kritik dengan Photoshop bisa dianggap makar.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengingatkan bahwa pejabat publik memang harus tahan dikritik, karena itu “konsekuensi jabatan.”

Tapi kalau foto wajah diganti dengan kepala Teletubbies nah, itu katanya bisa dianggap “menyerang kehormatan.”

Kehormatan di sini tampaknya fleksibel: bisa hilang karena korupsi tetap tenang, tapi kalau disindir lewat meme, langsung tersinggung nasional.

Ketua SETARA Institute, Hendardi, bahkan pernah bilang bahwa satire dan meme adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Tapi, katanya, di Indonesia ekspresi bebas itu mirip Wi-Fi publik: kadang nyala, kadang diputusin aparat.

Aksi ARMK sebenarnya bentuk keputusasaan kreatif. Mereka sudah lama bersuara soal kinerja DPRD, tapi sepertinya sound system demokrasi di Bekasi ini volumenya dikecilin dari dalam.

Jadi, mereka ganti strategi kalau suara tak didengar, ya gambar saja yang berbicara.

Sayangnya, dari pihak DPRD belum ada yang mau menanggapi. Semua memilih diam mungkin sedang sibuk mencari siapa yang pegang file mentahan meme-nya.

Netizen Bekasi, tak tinggal diam. Mereka ramai-ramai membagikan meme lanjutan. Ada yang menulis:

“Kalau DPRD kayak Teletubbies, semoga mataharinya bukan istri pejabat.”

Ada juga yang bilang:

“Teletubbies aja tiap pagi kerja main di lapangan. Dewan? Mainnya di lobi anggaran.”

Tagar #EhOhDewan pun sempat naik di beberapa grup lokal. Ironi ini membuktikan: kreativitas rakyat selalu menemukan jalan, bahkan di tengah politik yang macet ide.

ARMK mungkin memakai meme karena sudah kehabisan cara formal untuk didengar.
Dan di Bekasi, di mana proyek mangkrak, janji politik basi, dan sidang paripurna sering lebih cepat selesai daripada ujian sekolah, satu-satunya yang masih jujur mungkin memang Teletubbies itu sendiri.

Mungkin sudah waktunya para pejabat belajar, bahwa rakyat tidak lagi percaya pada pidato, tapi pada meme.

Karena di negeri penuh jargon dan janji kosong, humor adalah bentuk paling serius dari kejujuran.

Dan kalau memang meme Teletubbies dianggap berbahaya, maka sesungguhnya bukan rakyat yang salah tapi sistem politik yang terlalu rapuh untuk ditertawakan.

“Eh-oh, DPRD Bekasi katanya wakil rakyat, kok marah disindir rakyat?”.***

SHARE DISINI!