Scroll untuk baca artikel
Kabar DesaLampung

Aroma Dugaan Pungli SKT di Kampung Karang Jawa, Menyeruak?

×

Aroma Dugaan Pungli SKT di Kampung Karang Jawa, Menyeruak?

Sebarkan artikel ini
Marjuni Ketua BPK Kampung Karang Jawa, Kecamatan Anak Ratus Aji, Lampung Tengah ditemui di rumahnya, Rabu (20/10/2021) - foto Sumantri

LAMTENG – Aroma Busuk dugaan praktek pungutan liar alias Pungli dalam pembuatan surat keterangan tanah (SKT) sebesar Rp250 ribu di Kampung Karang Jawa, Kecamatan Anak Ratu Aji (ARA), Kabupaten Lampung Tengah, kian terkuak.

Pungutan kepada warga dalam program pembuatan sertifikat tanah tersebut kian menyeruak kearah praktek Pungli. Pasalnya tidak memiliki landasan apapun dalam menarik pungutan dari warga.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Hal itu sesuai pengakuan Ketua Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Karang Jawa, Marjuni, dengan mengatakan bahwa Pungutan Rp250 ribu, dalam pembuatan SKT di kampung tersebut, tidak ada aturannya. Bahkan ia menyebut itu hanya peraturan kepala Kampung sendiri.

Kampung Karang Jawa melakukan pungutan dalam pembuatan SKT sebesar Rp250 ribu. Pungutan itu dikatakan tak ada aturan, Senin (18/10/2021) – foto Sumantri

Dikatakan praktek pungutan Rp250 ribu dalam pembuatan SKT dalam program sertifikasi tanah kian menambah deret persoalan yang ada. Karena sebelumnya telah terjadi pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kampung Karang Jawa terhadap warga penerima bantuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) awal tahun 2021 lalu.

Tapi sampai sekarang persoalan tersebut belum ada tindaklanjutnya meski diketahui informasinya sudah masuk ke Polres Lampung Tengah.

“Belum pernah ada peraturan kampung terkait pungutan biaya SKT kepada warga Rp250 ribu. Namanya peraturan kampung itu kan seharusnya dibuat secara bersama antara pemerintah kampung dengan BPK, mungkin kalau itu peraturan dia sendiri (Kepala Kampung-ed)”tegas Marjuni dikonfirmasi Wawai News, di rumahnya, Rabu (20/10/2021).

“Jangankan masalah pembuatan sertifikat ini, yang masalah UMKM kemaren aja yang riskan dengan kasus, dengan masalah, saya pun tidak tau, saya di panggil ke balai kampung setelah kasusnya meledak waktu itu” tambahnya.

Namun demikian ia tidak menjelaskan secara gamblang terkait pungutan UMKM yang telah dilaporkan ke penegak hukum dan prosesnya sampai dimana.

Marjuni, hanya mengaku bahwa dalam waktu dekat ini, akan menegur dan mengkonfirmasi Kepala Kampung Karang Jawa terkait pungutan biaya SKT pada program pembuatan sertifikat yang sedang berjalan saat ini.

“Nanti Kepala Kampungnya akan saya tegur, akan saya tanyakan, apa betul ada program sertifikat yang sedang berjalan saat ini, seperti apa bentuk nya, karena saya gak pernah tau soal ini” ungkapnya

Marjuni berharap agar kedepan BPK selalu dilibatkan, apapun program yang akan dilaksanakan di Kampung Karang Jawa, karena sebelumnya pemerintah kampung setempat tidak pernah melibatkan dirinya apalagi soal kesepakatan biaya SKT yang konon katanya hasil pungutannya dibagi-bagi.

“Kalau mau saya, segala sesuatu, apapun bentuknya program, itu disepakati oleh BPK, dibahas bersama BPK, kalau BPK dilibatkan berarti BPK juga terlibat, tapi kenyataannya BPK tidak dilibatkan, dan kami tidak pernah tau bahwa ada program pembuatan sertifikat di kampung ini” pungkasnya.

Sebelumnya Kepala Dusun 7 Kampung Karang Jawa, Supriyatin mengatakan bahwa biaya pembuatan SKT dengan memungut biaya Rp250 ribu bagi warga yang akan membuat sertifikat tanah sesuai program Provinsi Lampung itu dananya hanya untuk di bagi-bagikan.

“Ya dana itu untuk orang itu, kita kan bagi pak, punya desa berapa gitu, di situ kan ada saksi, untuk saksi kanan, kiri, depan, belakang itu kan ada empat, ada tetua kampung minimal BPK, itu ada Pak Kadus dan Pak RT, di situ kan ada saksi ya kita kasih saksinya lagi” katanya.

Hal senada juga diakui Kepala Kampung Karang Jawa, Edi Harmoko saat dikonfirmasi melalui sambungan selularnya bahwa program pembuatan sertifikat di kampungnya adalah program Redis yaitu program dari provinsi, bukan program pusat dan itu baru tahap pengajuan ke pihak BPN.

“Karena masih banyak yang belum punya serifikat, makanya tak upayakan untuk mengajukan di BPN, kalau kuota tidak terbatas, sementara ini kita sudah sekitar tiga ratus SKT” ujarnya melalui selular.

Besaran pungutan biaya pembuatan SKT Rp250 ribu itu diolah untuk di bagi-bagi, mulai dari RT, Linmas yang ikut dalam pengukuran tanah dan biaya administrasi lainnya.

“Kalau masalah biaya Rp250 ribu, itu kan ada yang turun ke lapangan, seperti pamong, ada RT, ada linmas, ada tokoh masyarakat yang ikut mengukur, itu ada bagiannya juga, biaya administrasinya ada juga di situ, ya semua ada di situ Pak, dari Rp250 itu yang kita olah” tandasnya.