Bisa dikatakan
- Imam membaca puji-pujian secara lirih seperti bacaan dzikir- dzikir lain yang sama-sama dibaca oleh imam dan makmum; dan
- Boleh jadi, dan ini pendapat aujah atu lebih kuat, imam membaca puji-pujian dengan lantang, seperti halnya saat imam meminta ampun atau berlindung dari api neraka dan semisalnya, karena Imam dianjurkan mengucapkannya dengan suara lantang. Makmum juga membaca puji-puiian yang sama dan tidak membaca “amin”, seperti pendapat Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’.” (Syamsuddin Muhammad Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2009] Juz I, Halaman 319)
Berdasarkan pendapat aujah atau yang lebih kuat tersebut, jika imam membaca puji-pujian dengan lirih, maka ia mendapat pahala doa qunut, tapi tidak mendapat pahala anjuran melantangkan bacaan, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hasyiyatul Jamal:
قَوْلُهُ أَيْضًا وَأَنْ يَجْهَرَ بِهِ إمَامٌ أَيْ : حَتَّى فِي الثَّنَاءِ … فَإِنْ أَسَرَّ الْإِمَامُ بِالدُّعَاءِ حَصَّلَ سُنَّةَ الْقُنُوتِ وَفَاته سُنَّةُ الْجَهْرِ خِلَافًا لِمَا اقْتَضَاهُ كَلَامُ الْحَاوِي الصَّغِيرِ مِنْ فَوَاتِهِمَا ا هـ شَرْحُ م ر
Artinya, “Ungkapan: “Hendaknya imam membaca qunut dengan lantang”, artinya meskipun sampai bacaan puji-pujian … Jika imam membaca doa qunut dengan lirih, maka dia telah memenuhi kesunahan qunut tapi terlewat mendapatkan kesunahan membacanya secara suara keras.
Hal ini berbeda dengan pendapat Al-Hawi Al-Saghir yang menyatakan hilangnya pahala kedua-duanya.
Demikian penjelasan dari syarah Ar-Ramli.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyatul Jamal, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013] Juz II, Halaman 72)
Uraian di atas dapat disederhanakan, bahwa praktik membaca doa qunut yang benar dalam jamaah adalah sebagai berikut:
- Imam membaca semua bacaan doa qunut dengan suara keras, termasuk ketika membaca puji-pujian mulai redaksi “fainnaka taqdhi” dan seterusnya.
- Makmum mendengarkan bacaan doa qunut imam dan menyambutnya dengan membaca “amin”, kecuali ketika imam sampai lafal “fainnaka taqdhi”, maka makmum membaca sendiri pujian-pujian tersebut secara lirih bersamaan dengan bacaan imam yang keras.
Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pengasuh Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar Jawa Timur.***