TANGGAMUS — Musim pertengahan tahun biasanya diwarnai dengan panas dan angin kering, bukan aroma menyengat durian yang menggoda selera. Namun tahun ini, ada kejutan manis (dan legit) dari Kota Agung, Tanggamus.
Awal Juni 2025, jalan-jalan di sekitar Kota Agung hingga Tulang Bawang dan Bandar Lampung dipenuhi para pedagang yang menjajakan durian jenis kajang, mentega, dan bollo. Warga pun dibuat heran musim durian, kok, datang lebih awal (atau lebih tepatnya, datang lagi)?
“Biasanya puncak panen durian itu Desember sampai Februari, tapi sekarang masih banyak yang jatuh karena cuaca dan pohonnya memang tua,” ujar Budi, seorang petani durian dari Pekon Menggala, Kota Agung, pada Senin (9/6/2025).
Fenomena ini tak hanya mengejutkan pembeli, tapi juga membangkitkan antusiasme pasar. Banyak warga yang menyambut durian ‘musiman tak biasa’ ini sebagai rezeki di tengah perubahan iklim yang tak menentu. Meski kalender panen utama telah usai sejak Februari, durian lokal tetap hadir di pasar dengan kualitas yang tak kalah dari panen raya.
Dari Dataran Tinggi ke Pasar Kota
Menurut Arzal, pedagang durian musiman di Pasar Kota Agung, buah yang beredar saat ini berasal dari pohon genjah dan wilayah dataran tinggi di Kecamatan Kota Agung Timur hingga Wonosobo. “Durian bollo dan mentega masih banyak masuk ke pasar, pembelinya juga ramai karena rasanya manis dan segar,” katanya.
Tak ayal, durian-durian ini pun menyeberang ke daerah lain seperti Tulang Bawang dan Bandar Lampung, menarik perhatian para pencinta durian yang tak menyangka akan menemukan buah berduri itu di luar musimnya.
Namun di balik keberlimpahan ini, warga tetap diimbau untuk jeli memilih. Sebab tak sedikit buah yang dijual merupakan hasil peraman atau pematangan buatan. Rasanya kadang bisa mengecoh, kulitnya matang, tapi isinya belum sempurna.
Cuaca dan Pola Bunga: Kombinasi yang Mengubah Panen
Para petani menduga, perubahan cuaca yang ekstrem dan pola pembungaan pohon turut menyebabkan durian berbuah di luar musim. Hal serupa pernah terjadi pada 2021, ketika durian mulai panen lebih awal dan berlanjut hingga Maret.
“Kalau terus begini, mungkin ke depan kita harus atur ulang pola tanam dan pasarnya juga. Jangan sampai kelebihan pasokan malah bikin harga anjlok,” kata Samiran, petani senior dari Kota Agung. “Tapi kami tetap bersyukur durian masih bisa dipanen meski di luar musim. Rezeki tetap datang walau cuaca tak menentu.”
Musim durian yang tak biasa ini bukan hanya menjadi berkah bagi petani, tapi juga kisah menarik tentang bagaimana alam terus berubah dan menuntut adaptasi dari manusia. Kini, aroma durian di bulan Juni bukan lagi sebuah keanehan, tapi mungkin pertanda bahwa kalender panen harus ditulis ulang.***