Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
WAWAINEWS.ID – Media memberitakan: “Trump ‘memarahi’ Benyamin Netanyahu”. Pada percakapan telepon 3 Oktober 2025. “Saya tidak tahu mengapa Anda selalu begitu negatif. Ini adalah kemenangan. Terimalah,” kata Trump kepada Netanyahu. Sebagaimana dikutip berbagai media.
Itu gambaran sikap keras kepala Israel. Hamas melunak. Bersedia pertukaran tawanan. Israel tidak memberi opsi selain eliminasi Hamas. Sesuatu yang mustahil untuk terciptanya titik temu.
Pada momen hampir bersamaan, misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla (GSF) ditangkap. Bahkan diperlakukan tidak manusiawi.
Serangan militer Israel ke Gaza menewaskan 67.000 orang dalam dua tahun terakhir. Sebagian besar warga sipil. Perempuan dan anak-anak. Terbunuh oleh serangan udara, artileri, dan penembakan langsung pasukan Israel. Itu genosida. Tidak ada kategorisasi lain selain genosida. Apapun alasannya.
Hingga September 2025, 157 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Jumlah itu mewakili sekitar 80% anggota PBB. Negara-negara besar mendukung. Termasuk Inggris, Kanada, Australia, Prancis, Spanyol, Italia, Jerman, Brasil, India, dan Jepang.
Sepuluh negara masih menolak mengakui keudalatan Palestina. AS, Israel, Kanada, Australia, Jerman, Ceko, Polandia, Micronesia, Nauru, Marshal Island
Bagaimana cara menghentikan genosida Israel itu?.
Berbagai upaya telah dilakukan. Tekanan opini publik & media. Diplomasi & isolasi internasional menggunakan berbagai forum internasional (PBB, ICJ, Dewan HAM). Boikot/embargo. Divestasi & tekanan finansial. Advokasi hukum internasional. Aliansi Negara-Negara Non-Blok & Dunia Global South. Belum membuat Israel mengakhiri kejahatannya di Gaza.
Israel masih kuat finansial. Satu-satunya cara efektif adalah gerakan boikot total. Termasuk kepada semua terkait, pendukung, pembela Israel. Boikot terhadap negara, perusahaan, maupun produk-produknya.
Gerakan boikot merupakan aliansi nurani global menolak segala kejahatan Israel atas Gaza. Lintas etnis, lintas bangsa, lintas negara. Sebagai balasan pembunuhan terhadap puluhan ribu anak-anak dan wanita tidak berdosa di Gaza. Hingga Israel dan pendukungnya mengakui kemerdekaan Palestina dalam format two state solution. Berdampingan secara damai dengan Palestina.
Apa boikot akan efektif?.
Secara factual, boikot merupakan bagian strategi perlawanan non-kekerasan terhadap kejahatan kemanusiaan. Efektivitasnya terbukti dalam sejarah
Contoh boikot produk: investasi, olahraga, dan budaya Afrika Selatan pada 1970–1980-an. Mampu menekan ekonomi dan legitimasi politik apartheid. “Bus Boycott” (1955–1956) di AS. Dipimpin Martin Luther King Jr. Berhasil mendesak pengadilan mengakhiri segregasi dalam transportasi umum.
Gerakan Boikot Palestina (BDS) tahun 2005 oleh lebih dari 170 organisasi masyarakat sipil Palestina. Menyerukan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) terhadap Israel.
Ekonomi Israel memang tetap relatif kuat. GDP lebih 500 miliar USD (2023). Memiliki teknologi canggih, dukungan besar AS & sejumlah negara Eropa. Boikot publik belum membuat ekonomi Israel runtuh.
Akan tetapi Perusahaan-perusahaan tertentu mundur. Veolia (infrastruktur), Orange (telekomunikasi), Ben & Jerry’s (es krim di permukiman Tepi Barat), G4S (keamanan). Keluar karena tekanan reputasi dan kerugian bisnis. Sejumlah universitas, gereja, dan dana pensiun di Eropa menarik investasi dari perusahaan terkait permukiman ilegal di Palestina.
Kampanye boikot juga menurunkan penjualan brand global di Timur Tengah/Asia. Khususnya di Dunia Islam. Laporan 2023–2024 menunjukkan penurunan omzet signifikan pada jaringan restoran cepat saji asal AS di kawasan Teluk & Asia Tenggara. Efeknya bukan hanya finansial, akan tetapi juga politik & reputasi. Brand global lebih berhati-hati dalam sikap publik terkait Israel-Palestina.
Boikot merupakan strategi “erosi”. Bukan “serangan langsung”. Erosi legitimasi moral: Israel semakin dilihat sebagai negara apartheid, seperti Afrika Selatan waktu dulu. Sebagai penjahat kemanusiaan. Pelaku genosida. Erosi kerjasama internasional: semakin banyak lembaga akademik, serikat pekerja, dan pemerintah lokal memutus kerjasama. Erosi reputasi korporasi: perusahaan besar takut terseret isu reputasi dan akhirnya keluar dari Israel/permukiman ilegal.
Boikot itu kini harus menyeluruh. Boikot produk Israel, kecuali tidak ada alternatif produk lain. Termasuk produk negara-negara pendukung Israel. Dunia harus dibuat sadar bahwa tidak ada tempat bagi siapapun bagi para kolabotrator kejahatan kemanusiaan.
Bagaimana jika boikot merugikan pekerja-pekerja tidak bersalah. Banyak teori etika (termasuk teori utilitarian) menyarankan: jika tujuan moral (menghentikan pelanggaran HAM) lebih besar daripada kerugian yang ditimbulkan, boikot bisa dibenarkan. Akan tetapi harus diupayakan mengurangi dampak pada pihak tak bersalah.
Boikot harus dipotimalkan. Untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan di Gaza. Pasar muslim sepertiga penduduk dunia. Ditambah pasar aliansi global anti kejahatan kemanusiaan. Pasti berdampak besar bagi negara-negara maupun perusahaan-perusahaan pendukung genosida. Jika pasar Muslim digerakan melakukan boikot global.
Konsumen global perlu disadarkan. Setiap uang yang dibelanjakan, harus dipastikan tidak berdampak terbunuhnya orang lain. Kampanye boikot harus dipergencar dan diperluas.
• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)***