Scroll untuk baca artikel
Opini

Gembong, Gerbong dan Tom Lembong

×

Gembong, Gerbong dan Tom Lembong

Sebarkan artikel ini
Foto: Penetapan tersangka Thomas Trikasih Lembong diumumkan Kejagung RI Selasa 29 Oktober 2024.
Foto: Penetapan tersangka Thomas Trikasih Lembong diumumkan Kejagung RI Selasa 29 Oktober 2024.

Disampaikan Oleh Yusuf Blegur

WAWAINEWS.ID – Simptom gembong dan gerbong yang merekayasa pengadilan Tom Lembong, tak ubahnya seperti peran ganda para penguasa dan pengikutnya yang menjadi pejabat sekaligus penjahat. Komunitas elit menyimpang negara itu, bukan hanya sekedar menjadi pemangku kepentingan publik, melainkan juga berperan sebagai mafia dan sindikatnya, bahkan sebagai aparat-aparat psikopat

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Pengadilan Tom Lembong terkait impor gula tahun 2017, semakin mengokohkan praktek-praktek negara kekuasaan ketimbang negara hukum. Pemerintah kerap melampau batas-batas kewenangan dan telah melakukan kejahatan yang difasilitasi oleh pejabat atau lembaga negara ( state organized crime).

Tak peduli rakyat jelata, masa bodoh dengan oposisi, kekuasaan harus tetap dipertahankan dan berkelanjutan. Segala cara dan siapapun yang merintangi hanya ada kompensasi, dihargai (dibeli) atau disingkirkan.

Untuk yang jelas-jelas menantang dan melawan kekuasaan, baginya hanya ada eksploitasi, persekusi dan kriminalisasi. Jika sudah dianggap membahayakan, penawar terbaiknya adalah kematian.

BACA JUGA :  Orasi Aidit dan Koruptor

Jumat, tanggal 18 Juli 2025, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar dan memutuskan perkara usai Jaksa menuntut hukuman 7 tahun penjara untuk Tom Lembong.

Proses persidangan yang tak berdasar dan sarat politis selama ini, nyaris tak menemukan celah hukum yang dilakukan Tom Lembong baik dari masalah korupsi yang dituduhkan kepadanya hingga aspek norma-norma dan etika selama Tom Lembong menjabat menteri perdagangan kala itu.

Pemerintah kadung malu, terlanjur dan tanggung untuk menghentikan kasus ataupun mengakui kesalahannya. Ini memang bukan soal keadilan, ini tentang kekuasaan dan bagaimana cara menggunakan kekuatannya.

Kebencian, dendam kesumat dan mungkin ketakutan akan pertanggunganjawab yang kelak harus dipukul dari sepanjang kekuasaan menyimpang. Faktor figur Anies Baswedan menjadi trigger atau setidaknya irisan dari kemunculan pengadilan Tom Lembong.

Kekuasaan formal dan informal yang mengendalikan negara ini, memiliki kemampuan multi fungsi dan keahlian untuk menindas dan menghancurkan lawan politiknya. Anies Baswedan menjadi tak terkecuali dan paling strategis untuk menjadi korban, termasuk kolega dan partisipannya.

BACA JUGA :  Rocky Gerung Meraung, Penguasa Limbung

Presiden dan mantan presiden, para menteri dan mantan menteri dan semua kelembagaan negara yang otoritatif terhadap penegakan hukum seolah-olah tak memiliki korelasi dengan pengadilan sesat terhadap Tom Lembong.

Semua terasa acuh tak acuh, semua merasa tak ada kaitannya, bahkan mungkin semua ikut bertanggungjawab namun tetap tenang dan nyaman menampilkan rasa tak bersalahnya.

Perilaku kekuasaan yang telah melampau batas yang menginjak-injak kemanusiaan dan perasaan kebangsaan yang sama, mereka tak layak menjadi penyelenggara negara, apalagi disebut sebagai pemimpin. Tiada lain dan tak bukan, manusia-manusia berseragam aparatur itu, linear juga melakukan kejahatan-kejahatan luar biasa atas nama negara.

Fitnah, pembunuhan, perampokan, kekerasan fisik dan seksual, perusakan lingkungan, korupsi dan flexing hingga menguras sumber daya alam, telah menjadi habit dan gaya hidup kebanyakan pemangku kepentingan publik.

Tom Lembong adalah salah satu contoh korban dari iklim dan populasi distorsi atau lebih ektrim lagi berupa kehancuran peradaban nasional. Pengadilan Tom Lembong hanya berisi skenario syahwat berkuasa dan membunuh dari para gembong dan gerbongnya.

BACA JUGA :  Partai Demokrat Perjuangan, Mungkinkah?

Gembongnya adalah pimpinan dan kroni dari rezim psikopat, sedangkan gerbongnya mewujud para pejabat khianat, penjilat, pemburu uang dan jabatan termasuk buzzer serta pelacur-pelacur kemanusiaan lainnya.

Pengadilan Tom Lembong yang putus perkaranya pada hari jumat tanggal 18 Juli 2025, akan menjadi etalase permanen dari wajah hukum sekaligus identitas Indonesia. Masihkah ada Pancasila, berlakukah UUD 1945 Asli dan relevankah NKRI sekarang ini?.

Boleh jadi, perkara pengadilan Tom Lembong menjadi titik nadir eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara bangsa atau bisa juga berbalik mewujud babak baru keinginan dan semangat untuk restorasi atau perubahan Indonesia yang lebih baik.

Biarlah hakim menjadi perwakilan Tuhan yang sebenarnya dalam memutuskan perkara dan menorehkan sejarah pengadilan seputar gembong, gerbong dan Tom Lembong.

Bekasi Kota Patriot.
22 Muharram 1447 H/18 Juli 2025.***

Yusuf Blegur
Opini

Disampaikan Oleh Yusuf Blegur WAWAINEWS.ID – Mungkin Bahlil…