Scroll untuk baca artikel
Opini

Institusi Intelektual dan Kepemimpinan Peradaban

×

Institusi Intelektual dan Kepemimpinan Peradaban

Sebarkan artikel ini
Abdul Rohman Sukardi
Abdul Rohman Sukardi

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

WAWAINEWS.ID – Jumlah dan kualitas institusi intelektual (lembaga pendidikan tinggi) memiliki relasi langsung dan erat sekali dengan kemampuan suatu bangsa memimpin, membentuk, dan mempertahankan peradaban. Itu memiliki justifikasi teoritik dan realitas faktual-historis.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Ibn Khaldun (1332–1406)-Muqaddimah: “Siklus Peradaban dan Intelektualisme”. Menyatakan: “Suatu bangsa akan makmur dan memimpin, selama ilmu pengetahuan, peradaban, dan adab, berkembang dalam masyarakatnya. Ketika ilmu ditinggalkan, peradaban akan runtuh.”

Joseph Schumpeter (1883–1950) – “Innovation and Economic Development”. Memperkenalkan “Teori Modal Intelektual & Inovasi”. “Peradaban atau negara yang ingin memimpin dunia harus mampu melakukan creative destruction. Itu hanya mungkin dengan adanya sumber daya manusia unggul”.

Immanuel Wallerstein-The Modern World-System. Mengemukakan “Teori Sistem Pengetahuan Dunia (World-System Theory)”. “Negara-negara core (inti) dalam sistem dunia menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendidikan tinggi. Itu dasar dominasi global”.

Gary Becker (Chicago School): Human Capital Theory. “Bangsa yang menghasilkan lulusan terdidik dari lembaga bermutu akan meningkatkan produktivitas, memperluas inovasi, memimpin sektor ekonomi strategis.

BACA JUGA :  Jaga Perasaan Suku Asli di Mana Kita Berpijak

Peter Drucker & Manuel Castells: Teori Ekologi Pengetahuan (Knowledge Ecology). Dalam “era informasi”: _”peradaban ditentukan bukan kekuatan militer atau sumber daya alam, melainkan oleh produksi, distribusi, dan penggunaan pengetahuan”.

Negara atau bangsa yang memimpin universitas dan riset global, memimpin peradaban (contoh: AS pasca-1945).

Geoffrey West – Scale: The Universal Laws of Life, Innovation, and Growth. Mengemukakan teori “Kompleksitas dan Interdependensi Intelektual”. “Inovasi dan kemajuan sosial tumbuh eksponensial seiring bertambahnya koneksi intelektual dan kolaborasi riset”.

Bisa kita telusuri realitas faktualnya. Teori-teori itu menggambarkan realitas-historis dari masa ke masa.

Era Sebelum Romawi dan Yunani: Mesir dan Mesopotamia memiliki pusat intelektual, seperti perpustakaan dan “rumah kehidupan”. Yunani: Akademi Plato dan Lyceum Aristoteles. Menunjukkan korelasi awal antara filsafat dan pengaruh budaya/politik.

Pada masa Romawi: mengadopsi pengetahuan Yunani, tetapi fokusnya hukum, militer, dan administrasi. Kepemimpinan Romawi tidak didasarkan pada inovasi ilmu atau pendidikan massal. Melainkan kekuatan militer dan hukum. Semua itu tetap saja memerlukan ilmu pengetahuan. Ilmu militer dan hukum.

BACA JUGA :  11 dari 100, Penilaian Itu Relevan dan Faktual

Dunia Islam (abad 8–12) memimpin peradaban karena kekayaan ilmu dan madrasah. Contoh: Baitul Hikmah di Baghdad.

Eropa bangkit lewat pendirian universitas: Bologna (1088), Oxford (1096), Paris (1150) sehingga menjadi pusat hukum, teologi, dan logika.

Itu semua nembuktikan siapa yang punya sistem pendidikan tinggi dan berkembang, cenderung jadi pelopor sains dan politik.

Jumlah total universitas di Eropa sebelum 1500 M: Sekitar 70–80 buah. Dominasi peradaban akhirnya berpindah dari dunia Islam ke Eropa Barat. Eropa mulai mengungguli dalam bidang hukum, teologi, dan filsafat skolastik.

Era Renaisans – Revolusi Ilmiah: universitas mendukung penyebaran ide baru (Copernicus, Galileo, Newton). Negara-negara dengan universitas dan akademi ilmiah berkembang (Inggris, Prancis). Memimpin eksplorasi, kolonialisme, dan sains. Pendidikan jadi alat kekuatan negara. Terdapat Sekitar 200–300 universitas di Eropa.

Pada era revolusi Industri abad ke-19 (1800–1900): Inggris dan AS mulai membangun jaringan universitas besar. Terdapat sekitar 600–800 universitas di dunia.

Pada era modern dan kontemporer: AS memimpin sejak abad 20. Didorong universitas riset (Harvard, MIT, Stanford). RRC kini meningkat melalui universitas top (Tsinghua, Peking). Universitas juga jadi pusat teknologi (AI, biotech, quantum computing).

BACA JUGA :  Lebaran dan Gambar Onta

Kini sudah ada lebih 30.000 universitas di dunia. Bukan ditentukan pada jumlah, akan tetapi juga kualitas.

Seberapa banyak negara memiliki universitas terbaik di dunia, akan mempengaruhi peranannya dalam memimpin peradaban.

Sebagai gambaran sebaran top 100 universitas di dunia masih didominasi negara-negara barat.

Amerika Serikat (USA): 38–40, Inggris (UK): 12–14, Cina (Mainland + Hong Kong) 8–9: (5 mainland, 3–4 HK), Australia: 5.

Swiss:2, Singapura:2, Kanada:2. Jerman:2, Korea Selatan:2, Jepang:2, Belanda:1, Malaysia:1, Argentina:1, Brasil:1, Meksiko:1. Belgia:1, Taiwan:1, Denmark:1.

Universitas top 100 dunia ada di 17 negara itu. Indonesia masih berada pada urutan 200-300. Belum ada yang maasuk top 100.

Jika mengacu kualitas institusi intelektual itu, Indonesia masih harus bekerja keras menyetarakan diri dengan negara-negara maju. Baik dengan mendorong universitas-universitas di Indonesia masuk jajaran top 100 dunia. Maupun mengirim mahasiswa-mahasiswa terbaik masuk universitas top 100 dunia.

• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)