Scroll untuk baca artikel
Head LineHukum & Kriminal

Kejaksaan Telusuri Dugaan Pemerasan ASN Bermodus Kerja Sama Media di Lampung Tengah

×

Kejaksaan Telusuri Dugaan Pemerasan ASN Bermodus Kerja Sama Media di Lampung Tengah

Sebarkan artikel ini
ilustrasi pemerasan

LAMPUNG TENGAH — Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah menindaklanjuti laporan terkait dugaan pemerasan terhadap aparatur sipil negara (ASN) yang dilakukan oleh oknum mengaku wartawan di wilayah setempat.

Praktik tersebut diduga menggunakan modus kerja sama advertorial atau langganan publikasi yang disertai tekanan dan ancaman. Nilai yang beredar tak main-main tembus miliaran rupiah.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dari satu organisasi perangkat daerah (OPD) saja, disebutkan aliran dana diduga mencapai Rp500 juta. Angka yang lebih cocok untuk proyek pembangunan jembatan ketimbang pembayaran langganan berita.

Kasus ini menjadi sorotan karena oknum tersebut disebut memiliki hingga 32 media yang digunakan sebagai instrumen untuk menekan instansi pemerintahan, sekolah, dan organisasi perangkat daerah (OPD).

“Benar, laporan sudah kami terima. Satu orang yang mengaku wartawan dan memiliki sekitar 32 media diduga melakukan pemerasan terhadap ASN dengan modus advertorial dan langganan publikasi,” ujar Kasi Pidsus Kejari Lampung Tengah, Median Suwardi, dalam keterangannya, Sabtu (18/10/2025).

Median menjelaskan, dugaan pemerasan dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Pelaku mendatangi sejumlah instansi sambil membawa nama media, menawarkan kerja sama pemberitaan dengan ancaman akan menyebarkan berita negatif apabila tidak disetujui.

“Tekanan dilakukan lewat berbagai cara, mulai dari ancaman melalui voice note dan pesan digital, bahkan hingga tindakan kekerasan terhadap ASN maupun kendaraan mereka,” jelasnya.

Kejari Lampung Tengah saat ini tengah melakukan telaah awal terhadap laporan tersebut. Apabila ditemukan unsur tindak pidana korupsi, kasus akan ditingkatkan ke tahap penyelidikan (Sprinlidik).

Namun, jika lebih mengarah pada pidana umum, perkara akan dilimpahkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Lampung.

“Kalau nanti hasil telaah menunjukkan adanya tindak pidana korupsi, kami akan tindaklanjuti dengan Sprinlidik. Tapi kalau pidana umum, kami koordinasikan dengan kepolisian,” tegas Median.

Selain menelusuri aliran dana, Kejari juga akan berkoordinasi dengan Dewan Pers dan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk memeriksa legalitas media-media yang digunakan pelaku, termasuk struktur kepemilikan dan status badan hukumnya.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan apakah media tersebut memenuhi ketentuan perusahaan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Profesi wartawan adalah profesi yang mulia dan dilindungi undang-undang. Namun, apabila atribut pers digunakan untuk menekan ASN, maka hal tersebut bukan lagi kebebasan pers, melainkan kejahatan,” tegas Median.

Kasus ini menjadi cermin buram bagaimana sebagian oknum memanfaatkan atribut pers untuk kepentingan pribadi.

Di saat jurnalis profesional berjuang menjaga integritas dan kepercayaan publik, muncul segelintir pihak yang justru menjadikan media sebagai alat tekanan politik dan ekonomi.

Fenomena ini juga menandai pentingnya penegakan etik dan tata kelola media di daerah. Sebab, keberadaan “media abal-abal” yang beroperasi tanpa badan hukum jelas dan hanya digunakan sebagai alat negosiasi finansial, bukan hanya merusak citra profesi wartawan, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap pers itu sendiri.

Kejaksaan menegaskan, proses hukum akan dilakukan secara profesional dan transparan. Publik kini menunggu pembuktian, apakah ini sekadar praktik pemerasan individual atau ada jejaring yang lebih luas di balik 32 bendera media tersebut.

Karena ketika pers diperdagangkan, yang hilang bukan hanya berita tapi juga nurani profesi.***

SHARE DISINI!