Scroll untuk baca artikel
EkonomiKesehatan

Kemenkeu Segera Pelajari Putusan MA Soal BPJS Kesehatan

×

Kemenkeu Segera Pelajari Putusan MA Soal BPJS Kesehatan

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara mengaku telah mendengar informasi terkait putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai pembatalan kebijakan kenaikan iuran tarif BPJS Kesehatan. Suahasil menyebut pihaknya masih akan mempelajari amar putusan tersebut.

“Tentu kita harus pelajari dulu seperti apa bunyinya (putusan) dan apa saja implikasinya,” ujarnya, Senin (9/3/2020) usai menghadiri acara outlook infrastruktur 2020, di gedung Kemenkeu, Jakarta.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri, sejatinya menginginkan kebijakan kenaikan iuran tarif BPJS tetap dijalankan. Pasalnya, dari tahun ke tahun, BPJS terus mengalami tren defisit yang meningkat.

“Kita semua tahu BPJS itu defisitnya cukup dalam. Kalau kondisinya seperti itu, maka yang menambal tentu pemerintah. Nah apabila ini terus menerus terjadi dengan defisit yang semakin dalam, maka ngga akan tahu sampai kapan pemerintah menambal lubang itu,” papar Suahasil.

Sebelumnya, di hari yang sama, MA telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang telah berjalan sejak tanggal 1 Januari 2020 itu.

“Ya (sudah diputus). Kamis 27 Februari 2020 diputus. Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil,” ujar Juru bicara MA, Andi Samsan Nganro.

Berdasarkan dokumen putusan MA, dinyatakan bahwa Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Lebih lanjut, dilansir dari website resminya, KPCDI mulai mendaftarkan hak uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada 5 Desember 2012.

Pengacara KPCDI Rusdianto Matulatuwa menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen merupakan kebijakan yang sulit diterima. Terlebih, kata dia, kesehatan adalah hak dasar warga negara.

“Angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menimbulkan peserta bertanya-tanya dari mana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun,” pungkasnya.(sal)