WAWAINEWS.ID – Tadi malam, jauh ribuan kilometer dari Rempang, di tempat saya tinggal sekarang, saya membaca berita tentang kenduri dan banyak karangan bunga, ucapan doa selamat untuk masyarakat ‘Rempang Baru’, di Buana Central Park, Tembesi, Kota Batam, pada malam Jum’at, 12 Oktober 2023.
Apa pula maksudnya?
Inilah catatan Wan Ahmad Adib Zain terkait peristiwa yang diketahuinya itu dengan menyatakan bahwa sepengetahuannya, persoalan utama tentang penataan ruang dan hak atas pengambilalihan atau pendudukan “tanah milik” warga Rempang yang akan dilakukan oleh BP Batam masih bersifat status quo, karena BP Batam tidak memiliki kewenangan dan kekuatan hukum untuk mengosongkan keseluruhan pulau itu.
Kenduri itu, bentuk demonstrasi yang “dilegalkan dan difasilitasi” oleh BP Batam untuk unjuk kekuatan bahwa mereka berhasil memenangkan rencana besar dengan cara perlakuan berbeda antara yang mau pindah dengan yang tetap bertahan. Cara kuno ini ditambah lagi dengan datangnya karangan bunga entah siapa pula pengirimnya?
BACA JUGA : Polemik Pengembangan Rempang, Menteri Bahlil : Pemerintah Akan Melakukan Penanganan dengan Soft
Terkesan manipulatif di ruang publik melalui semburan informasi tersamar.
Saya pribadi sebagai orang keturunan Melayu Kepulauan Riau yang tinggal di Kota Bandung, jijik membaca dan melihat tayangan gambar dari upacara “kebohongan” seperti ini.
Jika anda mau pindah, “berambuslah” dari kampungmu disana, carilah penghidupan yang layak sebagaimana dijanjikan BP Batam, jangan menjadikan testimoni, puja-puji kebaikan BP Batam sebagai imbalannya.
Orang-orang asli di Rempang itu terikat dengan sejarah Rempang yang mereka banggakan, tentu tidak terpengaruh cara kasar dan asosial seperti ini. Saya yakin mereka tidak anti kemajuan dan pembangunan demi capaian perbaikan kehidupan ekonomi mereka.
BACA JUGA : Pemuda Melayu Tanjung Pinang: Jangan Sampai Warga Tempatan Jadi Penumpang di Tanah Sendiri
Mereka hanya berharap pemerintah melalui BP Batam dan Kementerian Investasi RI menghargai hak adat yang telah diwariskan leluhur mereka di Rempang, sebelum negara ini diproklamirkan.
Amanat Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 kepada pemerintah agar melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteran umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk suku bangsa Melayu di Rempang, sudahkah dilakukan?
Mengusir mereka dari tanah airnya secara ekonomi dan budaya telah memiskinkan mereka, karena menilai tanah mereka dengan harga sekarang bukan cara yang bijak bestari, tetapi membunuh masa depan mereka.
Saya ingin menafsirkan kira-kira keinginan orang daerah, seperti di Rempang, Batam dan seluruh Nusantara ini sederhana.
Mereka ingin mendapatkan alas hak dari tanah mereka dan manfaat dari investasi secara berkelanjutan. Konsep penataan “eco city ” harus memasukkan mereka sebagai bagian dan beradaptasi disitu, bukan menggeser, menggusur atau memarginalkan mereka seperti selama ini berlangsung dibanyak tempat ketika sebuah kawasan atau permukiman baru dibangun.
BACA JUGA : Konflik Rempang, Warga Kepri di Bandung Kirim Surat Terbuka untuk Gubernur Ansar
Pemerintah hendaknya menata “kampung-kampung tua” itu menjadi ruang hidup yang baik, indah dan berbudaya lokal sebagaimana sudah berkembang disana. Mungkin saja dikembangkan menjadi detinasi wisata “Melayu” Kepulauan dengan Wisata Bahari yang menawan.