Scroll untuk baca artikel
Head LineLintas Daerah

Kisah Viral Siswi SD yang Bapaknya Diusir Gegara Kardus dan Celurit

×

Kisah Viral Siswi SD yang Bapaknya Diusir Gegara Kardus dan Celurit

Sebarkan artikel ini
Spanduk do pagar arah masuk tempat tinggal keluarga Juladi Siagian (54) di Lamongan, Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Senin (4/8/2025) - foto dox

SEMARANG – Setelah sempat viral karena anaknya terpaksa nyebur sungai demi sekolah, kini bapak dari siswi SD tersebut, Juladi Boga Siagian (54), justru “diantar pulang” oleh warga.

Bukan ke rumahnya, tapi ke mana saja asal bukan di RT 07/RW 01, Kelurahan Bendan Ngisor, Semarang.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Warga setempat kompak memasang spanduk dengan pesan tegas nan berasa ultimatum KDRT versi lingkungan:

“Warga RT07/RW01 Kelurahan Bendan Ngisor menolak warga atas nama Juladi Boga Siagian. Warga mengimbau untuk yang bersangkutan dapat segera pindah dari RT07/RW01.”

Menurut Ketua RT Sugito, keresahan warga bukan muncul dari aroma parfum sampah basah yang dijemur Juladi, tapi dari paket komplit perilaku sang bapak:

BACA JUGA :  Patok Lahan Dirusak, Tokoh Agama Jembrana Ancam Laporkan Kades Gunung Mulyo ke Polda Lampung
  • Anjing dilepasliarkan
  • Sampah berjajar seperti fashion week
  • Isu celurit mencuat (bukan buat nyabit rumput)

“Warga sudah gerah, bahkan ada petisi. Banyak yang terganggu,” kata Sugito. Mungkin ini pertama kalinya arisan jadi syarat mutlak bertetangga.

Klarifikasi Juladi: “Itu bukan sampah, itu seni daur ulang basah!”
Juladi tidak tinggal diam. Ia membalas dengan pembelaan penuh nuansa survival mode. Soal anjing? Dijaga.

“Yang saya jemur itu bukan sampah, itu kertas basah. Setelah kering saya bersihkan. Orang lain juga ada yang jemur, tapi kenapa saya yang dipermasalahkan? Apakah karena saya tidak ikut arisan?” begitu kira-kira monolog dalam hati Juladi.

Soal anjing dilepas? “Saya awasi. Malam saya masukkan. Siang saya lihat-lihat. Masa iya anjing nggak boleh keluar rumah, seperti anak kos pas malam minggu?”

BACA JUGA :  Nah lho, Anda Bernama Asep, Siap-siap Ikut Konfrensi Asep Asep

Juladi juga mengungkapkan bahwa ia sibuk dari subuh sampai malam cari rosok, memilah, menyortir, dan tidak punya waktu untuk bergosip di tongkrongan. “Kalau saya kumpul malah isinya gosip, gengsi-gengsian. Blok-blokan. Daripada ribut, mending nyari makan.”

Semua drama ini punya akar: penutupan akses rumah oleh pemilik lahan resmi, Sri Rejeki. Seng dipasang sejak 24 Juli 2025, menyebabkan anak Juladi harus “berenang renang ke sekolah”.

Juladi sendiri pernah divonis bersalah karena menyerobot lahan seluas 3,5 meter. Ia mengaku beli lahan dari seseorang bernama Zaenal, tapi tak punya bukti selain selembar peta dan tanda tangan pakai ballpoint. Ya, peta. Seperti pemburu harta karun zaman modern.

BACA JUGA :  Keterampilan untuk Desa, Pesan Dedi Mulyadi di Hari Jadi Cianjur

Warga: “Kami Iba ke Anaknya, Tapi” Ibarat nonton film, penonton merasa kasihan dengan karakter anak kecil, tapi ingin karakter bapaknya segera ditulis keluar dari skenario.

“Anaknya kasihan, tapi warga sudah terlalu resah dengan bapaknya,” begitu kira-kira simpulan perasaan kolektif RT07.

Juladi: “Kalau saya harus pergi, tolong kasih saya peta (lagi)” Juladi mengaku pasrah kalau memang harus hengkang, tapi berharap diberikan solusi, tinggal di mana?

“Kalau saya diusir, saya tinggal di mana? Saya punya anak kecil. Tolong kasih solusi”ujarnya.***