KOTA BEKASI — Pemerintah Kota Bekasi bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat baru saja mengumumkan komitmen meningkatkan efektivitas pengawasan sungai melalui rapat evaluasi dan patroli DAS Kali Bekasi.
Namun di lapangan, aroma ironinya justru tercium lebih kuat dari bau limbah pabrik bakso di kawasan Jatirangga, Jatisampurna, masih bebas membuang limbah ke aliran Sungai Cikeas tanpa tindakan tegas.
Kegiatan evaluasi yang digelar pada 3 November 2025 di Gedung Teknis Bersama DLH Kota Bekasi itu disebut sebagai langkah strategis untuk menjaga kualitas air dan mengendalikan pencemaran di wilayah Kota Bekasi.
Dalam rilis resminya, Pemkot menegaskan bahwa patroli sungai dilakukan rutin guna mendeteksi sumber pencemar dan menindak pelanggaran lingkungan.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Warga Jatirangga sudah berulang kali mengeluhkan limbah cair berwarna keabu-abuan dan berbau anyir yang mengalir dari salah satu pabrik pengolahan bakso langsung ke aliran Sungai Cikeas anak sungai yang terhubung dengan DAS Kali Bekasi.
“Airnya keruh dan busuk. Kalau malam makin parah baunya. Kadang limbah itu mengalir deras dari selokan pabrik langsung ke sungai,” ujar Kang Abel, pegiat lingkungan hidup di Kota Bekasi, Rabu 5 November 2025.
Patroli Rutin, Tapi Mata Hukum Kadang “Libur”
Ironisnya, meski program patroli disebut berjalan intensif, warga mengaku belum pernah melihat tim pengawasan turun langsung ke titik tersebut.
“Kami dengar katanya ada patroli sungai, tapi belum pernah ada yang datang ke sini. Limbah pabrik ini udah lama, kayaknya semua pura-pura gak tahu,” tambah Kang Abel.
Padahal, dalam rapat evaluasi yang dihadiri oleh DLH Provinsi Jawa Barat, Inspektorat Jabar, serta DLH Kota Bekasi, pemerintah menekankan pentingnya identifikasi sumber pencemar, termasuk dari sektor industri kecil.
Namun hingga berita ini diturunkan, pabrik bakso tersebut masih beroperasi seperti biasa.
Pihak DLH Provinsi Jawa Barat melalui Bidang Penaatan Lingkungan menyatakan bahwa patroli sungai merupakan bagian dari program jangka panjang restorasi ekosistem air di Jawa Barat.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi lintas sektor dan partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam menjaga kualitas air,” ujar perwakilan DLH Jabar.
Pernyataan itu terdengar ideal di atas kertas, namun di lapangan, kolaborasi yang dimaksud tampaknya belum menyentuh masyarakat di sekitar aliran Cikeas.
DLH Kota Bekasi dalam rilisnya mengklaim turut memperkuat patroli dengan mengerahkan tim pasukan katak dan armada angkut apung untuk menelusuri DAS Kali Bekasi.
Namun hingga kini, belum ada keterangan resmi terkait dugaan pembuangan limbah industri pabrik Bakso di Jatirangga.
Sejumlah aktivis lingkungan menilai, tanpa ketegasan terhadap pelaku pencemar, program patroli hanya akan menjadi kegiatan seremonial.
“Mereka rajin rapat, tapi lupa turun. Sungai itu bukan PowerPoint dia butuh tindakan, bukan slide presentasi,” sindir salah satu aktivis lingkungan di Bekasi.
Sungai Bicara, Manusia Masih Beralasan
Sungai Cikeas kini menanggung dua hal sekaligus: limbah industri dan limbah birokrasi. Sementara itu, masyarakat bantaran sungai terus menunggu langkah nyata, bukan hanya jargon “kolaborasi dan partisipasi”.
Sebelum pada tahun 2023, DLH Kota Bekasi pernah menutup permanen saluran limbah yang langsung dibuang ke Sungai Cikeas. Hal itu disampaikan langsung dalam konfrensi pers, tapi sekarang limbah kembali mengalir.***












