Juga akan banyak dibebani kebutuhan lain dalam hajatan politik lima tahunan berbiaya maha besar.
Atmosfer capres dan partai politik yang seperti itu, semakin mengokohkan betapa demokrasi di Indonesia terutama pemilu pada umumnya dan pilpres khususnya, tak bisa dilepaskan dari dominasi dan hegemoni aspek kapitalistik dan transaksional.
Wajar saja jika desain, proses pelaksanaan dan hasil dari pemilu maupun pilpres beraroma kental peran para pemilik modal atau yang populer disebut oligarki.
Dalam hal ini eksistensi partai politik tak bisa mengelak dari intervensi para borjuasi korporasi dan borjuasi birokrasi.
Secara umum publik telah menilai, partai politik cenderung terpolarisasi dan menjadi subkoordinat kelompok ‘the have‘ pemilik kekuasaan informal tapi signifikan menentukan hajat hidup rakyat.
Bagi Anies sebagai capres paling potensial yang jejak rekamnya relatif bersih ketimbang capres lainnya, ditambah dukungan rakyat yang tak terkendali mengidolakannya.
Selayaknya Anies mampu membangun komunikasi politik dan meyakinkan kepercayaan publik yang ada pada dirinya kepada partai politik.
Betapapun kalau mau jujur menelusuri esensi dan substansinya, partai politik sekarang sedang memasuki masa gamang dan absurd.
Partai politik benar-benar sedang mengalami pergulatan pemikiran dan batin terutama yang menghinggapi para ketua umumnya dan pembisik tingkat dewa di sekelilingnya.
Anies yang memiliki harga diri tinggi dan tidak bermental pengemis apalagi hanya untuk kehormatan berlabel status dan jabatan, tentunya akan memiliki tantangan tersendiri jika berhadapan dengan partai politik.
Menjadi keharusan dan tak terbantahkan, partai politik menjadi penentu nasib Anies pada capres dalam pilpres 2024, bahkan pada saat bisa atau tidaknya sekedar dalam pencalonan.
Baik bagi Anies maupun partai politik, keduanya berhadapan dengan pilihan yang sulit antara mengedepankan politik realitas atau politik ideal.
Mana yang lebih penting dan mendesak untuk diperjuangkan, memenangkan pilpres kemudian mengambil kekuasaan terleb8h dahulu atau teguh memegang prinsip-prinsip demokrasi yang memulakan nilai-nilai, norma dan etika.
Menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan serta menjaga keberadaban.
Atau tak peduli mekipun menjadi pengikut Machiavellis.
Sebagai pemimpin yang mungkin saja belum memenuhi kriteria ideal.
Anies terbilang mumpuni sebagai pemimpin yang mampu merangkul keberagaman bangsa.
Hanya Anies dan partai politik utamanya para ketua umum dan sedikit sinyal dari para pemilik modal yang mampu memainkan domain dan irisan pilpres ke depan.
Jika saja tidak terjadi kohesi antara Anies dan partai politik, setidaknya Anies memiliki modal mulia dan terhormat berupa kejujuran d an kerja kerasnya mengangkat harkat hidup orang banyak.
Setidaknya, walau tak lolos partai politik Anies menjadi pemimpin yang tinggal menunggu waktu mendapat legalitas dan legitimasi dari rakyat Indonesia serta yang terpenting menerima mandat dari pemilik kekuasaan yang hakiki.
Wallahu a’lam bishawab.***