WAWAINEWS.ID — Indonesia kembali membuat dunia kuliner berguncang kali ini bukan karena sambal terpedas atau sate terpanjang, tapi karena nama paling frontal dalam sejarah kue tradisional kontol kejepit.
Ya, benar. Kue asal Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang juga dikenal dengan nama halusnya “tolpit” atau adrem, kini resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan.
Sebuah penghargaan tinggi untuk jajanan pasar yang namanya sukses membuat pembawa acara kuliner berkeringat sebelum menyebutnya di TV.
Dari Dapur Desa ke Daftar Warisan Budaya
Meski terdengar seperti lelucon yang kelewatan, “kontol kejepit” bukan makanan main-main. Kue ini memiliki makna filosofis dalam budaya Jawa melambangkan kesuburan, rasa syukur, dan ketenteraman hidup.
Menurut catatan Pemprov DIY, adrem dulunya dijual dengan sistem barter, ditukar dengan hasil panen padi sebagai persembahan untuk Dewi Sri, sang dewi kesuburan.
Jadi, meski namanya bikin pipi merah, maknanya malah lebih suci daripada beberapa proyek pemerintah.
“Adrem itu dari kata adhem, artinya tenteram,” kata Setyo Prasiyono Nugroho, peneliti budaya yang tampak berusaha serius menjelaskan makanan yang bahkan Google sempat menolak autokoreksi namanya.
Filosofi “Jepitan” yang Dalam dan Menggugah Selera
Proses pembuatannya pun unik. Adonan tepung beras dan gula jawa dijepit dengan tiga bilah bambu saat digoreng. Dari sinilah asal nama “kejepit”.
Hasilnya? Kue berwarna cokelat keemasan, renyah di luar, lembut di dalam seperti perasaan mantan yang belum move on.
“Kalau nggak dijepit, bentuknya kayak apem biasa. Tapi kalau dijepit, jadi khas dan cantik,” kata Bu Kisminah, salah satu pembuat kue di Bantul, sambil tersenyum penuh filosofi dapur.
Namun masyarakat setempat juga tak menampik bahwa sebutan “kontol kejepit” muncul dari bentuk visualnya yang ya, mari kita sebut ‘simbolik’.
Tapi bagi warga Bantul, itu bagian dari kejujuran budaya. Mereka terbiasa menyebut sesuatu apa adanya tidak seperti pejabat yang sering “menjepit makna” dalam pidato panjang tak bermakna.
Kini, adrem alias kontol kejepit tak lagi cuma milik ibu-ibu pasar Bantul. Kue ini sudah naik kelas jadi ikon kuliner Yogyakarta dan resmi diakui negara.
Artinya, jika suatu hari Anda sedang tur kuliner WBTb, bersiaplah mendengar pemandu wisata berkata dengan serius:
“Dan di sebelah kanan kita, ada kue kontol kejepit warisan budaya takbenda yang sarat makna dan rasa manis menggoda.”
Sebuah kalimat yang kalau dipotong di tengah, bisa mengundang pasal ITE.
Lucunya, di era makanan kekinian penuh nama Inggris seperti brownies crumble lava choco, kue ini justru mempertahankan keaslian dan kejujuran lokal.
Tidak pura-pura manis, tidak malu dengan bentuknya, tidak juga menutupi jepitan nasib rakyat kecil.
Mungkin ini yang sebetulnya ingin disampaikan para leluhur Bantul:
Kalau makanan saja bisa jujur dengan bentuk dan prosesnya, kenapa pejabat tidak?
Kini, kontol kejepit resmi sejajar dengan batik, wayang, dan rendang di daftar warisan budaya Indonesia.
Sebuah kemenangan kecil bagi kejujuran tradisi, sekaligus pengingat bahwa budaya Nusantara memang kaya kadang sampai bikin lidah dan telinga merah bersamaan.
Karena di negeri ini, bahkan camilan pun bisa mengajarkan filosofi hidup:
“Yang dijepit tak selalu sakit, kadang justru jadi warisan berharga.”***