LAMPUNG – Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) II Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Wahyu Bekti Anggoro, mengatakan belum adanya peraturan dan pedoman dalam menentukan rafaksi singkong dinilai merugikan petani.
Rafaksi adalah potongan berat yang diberikan penjual ketika barang yang dikirimkan rusak atau susut dalam perjalanan, atau potongan karena pada barang yang dikirim terdapat kesalahan mutu.
“Kami telah melakukan kajian struktur pasar komoditas ubi kayu di Provinsi Lampung sejak Januari 2020 dan juga mendengarkan keterangan dari berbagai pihak,”ungkap Wahyu Bekti Anggoro, Senin (8/3/2021).
Hasilnya ungkap dia, KPPU menyimpulkan sampai saat ini tidak adanya peraturan dan pedoman dalam menentukan rafaksi singkong. Hal tersebut tentunya memberikan dampak negatif dan merugikan petani.
Menurutnya untuk kualitas singkong, ditingkat petani dinilai sama oleh pabrik, baik atau buruknya ubi kayu yang dijual petani dikenakan besaran potongan rafaksi yang setara.
“Kondisi ini, mendorong petani untuk memproduksi ubi kayu secara asal-asalan dan belum memenuhi umur panen,”tandasnya.
KPPU juga sudah melakukan pemetaan terhadap pelaku usaha industri tapioka di Provinsi Lampung. Dari pemetaan itu, ditemukan 54 perusahaan yang melakukan kegiatan pengolahan tapioka di Provinsi Lampung. Didapati empat perusahaan terafiliasi dengan group yang sama.
Dari perusahaan pengolahan tapioka juga teridentifikasi 71 pabrik tapioka yang melakukan kegiatan produksi di Provinsi lampung, ditemukan pula empat perusahaan yang diduga terafiliasi tersebut sedikitnya memiliki 17 pabrik dengan kemampuan produksi di atas 50% dari total produksi tapioka di Provinsi Lampung.
“KPPU juga sudah mengundang pelaku usaha pengolahan tapioka di Provinsi Lampung, dari enam pelaku usaha yang dimintai keterangan, hanya dua pelaku usaha yang memenuhi undangan<“tegasnya.
Untuk itu sudah mengirimkan surat permintaan data kepada pelaku usaha tapioka di Provinsi Lampung, dari 54 pelaku usaha hanya tiga yang memenuhi permintaan data yang dibutuhkan.
Ia menambahkan bahwa secara paralel KPPU akan melakukan penelitian perkara inisiatif, dan bila ditemukan bukti permulaan yang cukup atas terjadinya pelanggaran UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Maka akan dilakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran tersebut,” katanya
Diketahui, harga singkong di wilayah Lampung, terjun bebas hingga dibanderol Rp800 per kilogram membuat para petani di Provinsi Lampung mengeluh. Mereka meminta pemerintah memberikan solusi atas persoalan tersebut.