JAKARTA – Belum lama ini seekor ikan hiu berjenis hiu mulut besar (Megachasma pelagios) terdampar di pantai Desa Waiwuring, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam kondisi mati.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) kembali menangani megafauna laut terdampar
Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso menerangkan hasil pengukuran morfometri menunjukkan hiu berjenis kelamin betina, dengan panjang total mencapai 5,4 meter, lebar 85 cm, dengan diameter 154 cm. Tim juga mengambil enam sampel daging yang terdiri dari sirip dada, mulut, sirip ekor, jantung, hati, dan lambung untuk kepentingan uji laboratorium.
“Kemunculan hiu mulut besar diduga karena sedang mencari makanan di perairan sekitar yang berarus kencang dan perairan dalam. Dari identifikasi, tim melihat bekas luka gigitan hiu jenis lain, tapi belum bisa menyimpulkan dugaan penyebab kematiannya,” tambah Yudi.
Lebih lanjut Yudi menjelaskan musim udang-udangan, ubur-ubur dan plankton diperkirakan sedang terjadi di perairan Selat Boleng, dan biasanya banyak paus, lumba-lumba dan ikan-ikan besar kharismatik lainnya yang melintas rentang waktu ini di sekitar perairan tersebut.
Plt. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Pamuji Lestari sangat mengapresiasi langkah cepat petugas di lapangan. Meski hiu mulut besar bukan merupakan ikan yang dilindungi pemerintah namun saat ini sudah sangat jarang ditemukan di perairan Indonesia.
Tari juga mengungkapkan hiu mulut besar adalah ikan hiu yang hidup di laut dalam, dengan ciri mulutnya yang besar. Meski demikian, hiu pemakan plankton, udang-udangan dan ubur-ubur ini tidak memiliki gigi yang tajam dan memiliki 50 baris gigi kecil.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono selalu menekankan agar KKP bersama para pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat dapat mengelola dan menjaga sumber daya perikanan, termasuk hiu, secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir.
Setelah berkoordinasi dengan Satuan Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Satwas SDKP) Larantuka Flores Timur, Yayasan Misol Baseftin serta Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMAWAS) Waiwuring, Tim Respon Cepat BPSPL Denpasar wilayah kerja Provinsi NTT segera melakukan langkah-langkah penanganan dengan pengecekan ke lokasi, melakukan pengukuran morfometri, pengambilan sampel daging untuk uji laboratorium dan DNA dan sosialisasi kepada masyarakat desa.