Marc Morgan, Paris School of Economics melaporkan bahwa penghasilan orang paling miskin di Brazil naik sebesar 35% selama partai Buruh (Lula dan penerusnya Dilma Roussef) berkuasa 2004-2010 (Bloomberg, 26/10/22).
Reuters, dalam “Factbox: Brazil under Lula, the working-class president”, 10/6/2009, menyebutkan 19 juta orang keluar dari kemiskinan akibat pertumbuhan ekonomi yang baik dan kebijakan transfer kepada orang miskin (program Bosma Familia atau seperti Bansos yang dimulai era SBY disini).
Lula sendiri dalam wawancara dengan Brasil De Fato, dalam judul “Lula: It Is The Worker Who Drive The Real Economy”, 29/4/22, mengklaim selama 2002-2014, ketika Partai Buruh berkuasa, mereka telah menciptakan 22 juta lapangan kerja baru, tingkat pengangguran 4,3%, dan menaikkan upah buruh, khususnya diawal pmerintahan dia, sebesar 74%.
BACA JUGA: Pemuda, Bangkit Melawan atau Mati Kelaparan
Merujuk pada pikiran Jeffrey Sach dalam “The End of Poverty”, yang menyarankan kebijakan pengentasan kemiskinan dual track, yakni melalui kebijakan upah atau “generating income” dan juga subsidi langsung, atau menurut Sach, “berilah ikan kepada orang miskin, lalu berikan pancing setelah mereka kenyang”, telah diadopsi oleh lula.
Lula juga sejalan dengan landasan teoritis dari Professor Kreuger, penasehat ekonomi Obama, yang mengatakan bahwa kenaikan upah mendahului produktifitas, bukan sebaliknya, di mana Lula yakin ekonomi akan tumbuh jika stabilitas kerja formal dan upah tinggi tercapai.
Karena, belanja buruh yang besar akan turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Lula juga mengatakan bahwa kesuksesan dia adalah membuat relasi yang kuat antara kebijakannya dengan buruh dan bekerja berdasarkan hati, bukan kepentingan. Dalam Time, 4/5/22, “Brazil’s Most Popular President Returns From Political Exile With a Promise to Save the Nation”, dia mengatakan: