Scroll untuk baca artikel
Nasional

“Makan Bergizi Gratis: Dari Piring Anak ke Politik Pangan Nasional”

×

“Makan Bergizi Gratis: Dari Piring Anak ke Politik Pangan Nasional”

Sebarkan artikel ini
Foto: Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), meresmikan operasional Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) milik Yayasan Garuda Biru Indonesia di Jatiasih, Kota Bekasi, Senin (30/6/2025)
Foto: Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), meresmikan operasional Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) milik Yayasan Garuda Biru Indonesia di Jatiasih, Kota Bekasi, Senin (30/6/2025)

BOGOR — Tidak semua janji politik bisa dimakan, tapi yang satu ini bisa bahkan wajib. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini resmi naik kelas menjadi Program Strategis Nasional (PSN).

Dan Senin (13/10/2025), di tengah gemerlap lampu Sentul International Convention Center (SICC), para pejabat dari tiga provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten berkumpul bukan untuk rapat proyek, melainkan rapat piring nasi.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Wakil Gubernur Jawa Barat Erwan Setiawan membuka rapat dengan nada tegas tapi hangat: program MBG bukan sekadar proyek pemerintah, tapi investasi masa depan bangsa.

“Gizi yang baik adalah fondasi kecerdasan dan daya saing. Kita tidak ingin generasi emas hanya sebatas slogan,” katanya.

Ucapan itu disambut anggukan para kepala regional, korwil, dan kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ya, ini bukan sekadar pembinaan, tapi semacam “apel nasional” bagi orang-orang yang memastikan anak-anak negeri tidak berangkat sekolah dengan perut kosong dan pikiran pusing.

Wagub Erwan menegaskan, Jawa Barat sudah menyiapkan 4.683 SPPG untuk melayani 14 juta siswa. Dari jumlah itu, 2.565 SPPG (55%) telah beroperasi artinya 7,7 juta anak kini merasakan manfaat program setiap hari. Tapi di balik angka itu, ada denyut ekonomi yang ikut hidup.

Setiap nasi bungkus yang tersaji, katanya, adalah hasil kerja gotong royong petani, UMKM, dan dapur rakyat.

“Program MBG bukan hanya memberi makan, tapi juga memberi makan ekonomi daerah,” ujarnya.

Boleh dibilang, MBG ini bukan cuma program makan, tapi semacam “kuliner politik bergizi tinggi” yang kalau dikelola baik, bisa mengenyangkan banyak pihak tanpa menambah berat badan anggaran.

Namun di balik aroma sedap itu, ada juga tantangan: mulai dari kasus keracunan pangan, hingga dapur yang belum punya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Untungnya, kata Wagub, pemerintah tidak tinggal diam. Satgas lintas sektor dibentuk dari perangkat daerah, TNI, Polri, hingga Dinas Kesehatan semua bersatu dalam operasi paling mulia: memastikan anak-anak makan tanpa drama rumah sakit.

Bahkan Badan Gizi Nasional (BGN) yang dipimpin Prof. Dadan Hindayana menegaskan, dapur MBG kini diawasi ketat bersama BPOM.

“Setiap SPPG wajib punya SLHS. Kita pastikan makanan aman, higienis, dan tidak berpotensi jadi headline negatif,” tegas Dadan.

Sebuah kalimat yang terdengar sederhana, tapi punya makna dalam: karena dalam politik gizi, satu nasi basi bisa lebih berbahaya dari satu janji basi.

Dari kursi hadirin, Wakil Wali Kota Bekasi Abdul Harris Bobihoe angkat bicara. Nada bicaranya tenang, tapi optimis khas pejabat yang paham kalau gizi anak adalah urusan serius.

“Program MBG bukan hanya soal memberi makan, tapi juga menggerakkan ekonomi lokal,” katanya.

Bekasi, katanya, siap menjalankan program ini sesuai standar nasional. Mulai dari pemanfaatan UMKM lokal, penyediaan bahan pangan dari petani sekitar, hingga melibatkan tenaga dapur dari masyarakat sendiri.

Jadi, setiap piring nasi bukan hanya simbol perhatian negara, tapi juga rejeki yang berputar dari dapur ke dapur.

“Ini investasi besar untuk masa depan bangsa. Dengan sinergi semua pihak, kita pastikan anak-anak tumbuh sehat, cerdas, kuat, dan ceria menuju Generasi Emas 2045.”ungkap Harris Bobihoe Wakil Wali Kota Bekasi.

Kalimat yang layak jadi slogan nasional. Karena di baliknya tersirat harapan bahwa generasi emas nanti bukan hanya kuat berdebat di media sosial, tapi juga kuat menahan lapar dan punya otak yang disuapi gizi, bukan hoaks.***

SHARE DISINI!